Kisah Revolusi Bunga di Portugal

Para tentara progresif yang menamakan diri Movimento das Forças Armadas (MFA), dalam bahasa Indonesia berarti Gerakan Angkatan Bersenjata, berhasil mengakhiri empat dekade kediktatoran Estado Novo (Negara Baru) di Portugal pada 25 April 1974.

Estado Novo adalah nama pemerintahan yang dibentuk diktator Portugal, António Salazar pada 1933. Istilah ini mirip dengan nama rezim yang dibentuk Soeharto di Indonesia: Orde Baru.

Diktator Salazar berkuasa selama 36 tahun, dari 1932 hingga 1968. Itu pun, dia berhenti berkuasa karena mengalami serangan stroke berat. Lalu kekuasaannya dilanjutkan oleh Marcelo Caetano hingga 1974.

Kediktatoran Salazar dan Estado Novo-nya adalah masa paling gelap dalam sejarah Portugal. Tahun 1926, sebuah kudeta militer menggulingkan pemerintahan sipil yang disebut Republik Portugal Pertama.

Saat itu, di seantero Eropa, tak terkecuali di Portugal, fasisme sedang naik daun. Salazar, seorang Katolik konservatif, menjadi bagian dari arus politik itu. Hingga, pada 1932, Salazar berhasil menjadi perdana menteri.

Setahun kemudian, dia membentuk rezim Estado Novo. Sejak itu tergelarlah karpet merah kediktatoran itu: partai politik dilarang, serikat buruh dilarang, pers dibungkam, kemerdekaan berpendapat diberangus, dan lain-lain.

Mirip dengan rezim Orde Baru di Indonesia, rezim Estado Novo juga selalu bicara persatuan dan keutuhan bangsa, pentingnya stabilitas dan ketertiban, kepatuhan pada otoritas, dan tugas warga negara hanya bekerja.

Diktator r António de Oliveira Salazar. Kredit: Alamy/ Cordon Press

Untuk membungkam warga sejak dari bisik-bisik, rezim Salazar membentuk Polícia Internacional e de Defesa do Estado (PIDE) yang tugasnya mengontrol dan mematai-matai seluruh aktivitas warga.

Selain itu, PIDE punya agen rahasia yang kerjanya menyusup ke organisasi-organisasi kiri yang bergerak bawah tanah, terutama Partai Komunis Portugal. Sepanjang 1948 hingga 1958, setidaknya 700 hingga 2.000 aktivis ditangkapi setiap tahunnya. Ada yang digiring ke pengadilan, sebagian besar berakhir di tangan PIDE.

Di tahun 1961, ada dua pelajar di Portugal ditangkap hanya karena bersulang demi “kebebasan”. Kisah dua pelajar ini menyebar di surat kabar. Pengacara Inggris, Peter Benenson, merespons kejadian itu dengan berkampanye. Ia menulis artikel di koran Inggris, The London Observer pada 28 Mei 1961 dan mendorong kampanye global “Appeal for Amnesty 1961”. Gerakan inilah yang kemudian melahirkan organisasi independen yang aktif mengawal isu hak asasi manusia (HAM), Amnesty International.

Saat itu, rezim Estado Novo juga bertindak keras terhadap negara jajahan Portugal, seperti Mozambik, Angola, Guinea-Bissau, Timor Leste, dan lain-lain.

Pada tahun 1960-an, seiring dengan pasang perlawanan di negeri jajahan, lebih 200 ribu tentara Portugal dikirim untuk memandamkan perlawanan. Padahal, jumlah penduduk Portugal saat itu hanya 9,5 juta orang.

Ditambah lagi, demi memadamkan perlawanan itu, 40 persen anggaran belanja dikerahkan untuk mengongkosi perang di negeri jajahan.

Tahun 1968, Salazar terserang stroke, hingga memaksanya melepas jabatan. Kekuasaan pun beralih ke Marcello Caetano. Di tangannya, wajah Portugal tak banyak berubah. Perang kolonial berlanjut. Represi dan pembungkaman demokrasi masih berlanjut.

Menginjak tahun 1970-an, ketidakpuasan di tubuh angkatan bersenjata mulai menguat. Terutama di kalangan perwira muda dan rendahan. Muncul gerakan yang menamakan dirinya Movimento dos Capitães (Gerakan Kapten).

Tuntutan utama para perwira muda ini sederhana: penghentian perang di negeri jajahan, pemilu demokratis, dan penghapusan polisi rahasia (PIDE). Juga program seperti pembebasan tahanan politik, kemerdekaan berserikat dan berpendapat, serta kemerdekaan pers.

Memasuki tahun 1973, kondisi rezim diktator makin keropos. Sejumlah perwira muda, seperti Otelo de Carvalho, Vasco Gongalves, dan António Coutinho, mulai merancang persiapan kudeta. Bersamaan dengan itu, demonstrasi buruh juga mulai mewarnai jalanan.

Untuk diketahui, perwira-perwira muda banyak yang terpapar oleh ide-ide kiri. Sebagian terkait dengan partai-partai kiri yang ada, seperti Komunis, Marxist Leninis, Maois, dan Sosialis.

Warga mengelu-elukan iring-iringan tentara yang terlibat dalam penggulingan rezim militer. Kredit: Jean-Claude FRANCOLON (Gamma-Rapho/ Getty Images)

Ada lagi yang unik. Aksi revolusi di negeri itu akan dimulai dengan tanda isyarat melalui lagu-lagu. Ada dua lagu yang diputar di jam berbeda. Pertama, lagu berjudul E Depois do Adeus, diputar oleh Radio Lisboa pada pukul 10.15 malam. Kedua, lagu berjudul Grândola, Vila Morena, yang diputar oleh Rádio Renascença pada pukul 00.20 tengah malam.

Tak lama setelah lagu itu diputar, pasukan MFA pun bergerak. Tentara dan tank merangsek untuk menduduki sejumlah titik kunci dan strategis di Lisabon, Ibu Kota Portugal. Enam jam kemudian, rezim Marcelo Caetano menyerah dan meletakkan jabatan.

Kudeta ini diwarnai tembakan polisi rahasia (PIDE) yang membunuh empat warga sipil.

Meskipun saat itu ada seruan agar warga tak keluar rumah, tetapi rakyat tetap turun ke jalan. Mereka berbaur dengan tentara untuk bersukacita merayakan revolusi.

Mereka mendatangi toko-toko bunga di Kota Lisabon. Kebetulan, saat itu sedang musim bunga anyelir merah. Bunga itu lalu diberikan ke tentara. Kemudian, tentara-tentara progresif itu menaruh bunga anyelir di moncong senjatanya.

Jadilah revolusi itu disebut Revolusi Anyelir, atau sering disebut juga sebagai Revolusi Bunga.

Usai merebut kekuasaan, MFA membentuk Junta de Salvação Nacional atau Junta Keselamatan Nasional (JSN). Pemerintahan Junta ini bertugas untuk menyiapkan transisi demokrasi, termasuk pemilu bebas dan damai.

Sayangnya, ketika rezim Marcelo Caetano lengser, MFA-JSN merestui seorang jenderal yang tidak punya peran dalam revolusi untuk menjadi presiden, António de Spínola.

Warga dan tentara merayakan keberhasilan menggulingkan rezim militer. Kredit: Getty Images

Agar kekuasaannya diterima publik, Jenderal Spinola merangkul tokoh-tokoh oposisi, seperti pimpinan Partai Sosialis Mario Soares dan pimpinan Partai Komunis Alvaro Cunhal.

Melihat pengaruh sisa-sisa rezim fasis masih duduk di pemerintahan, termasuk Jenderal Spinola, gerakan kiri―terutama sosialis dan komunis―mulai mengonsolidasikan diri.

Pada 1 Mei 1974, bersamaan dengan perayaan Hari Buruh Sedunia, 600 ribu dari 1 juta penduduk Kota Lisabon turun ke jalan. Pemimpin sosialis dan komunis mengumpulkan massa di stadion untuk memulai perjuangan melawan sisa-sisa fasisme.

Pada April 1975, setahun setelah revolusi, Portugal menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Majelis Konstituante. Majelis ini bertugas menyusun konstitusi baru pengganti Konstitusi Estado Novo.

Kemudian, setelah konstitusi terbentuk, pada April 1976, Portugal menyelenggarakan pemilu legislatif pertama pasca kembalinya demokrasi. Pemilu itu dimenangi oleh Partai Sosialis dan Sosial-Demokrat. Partai Komunis berada di urutan keempat.

Yang menarik, selain proses demokratik itu, Revolusi Bunga juga memicu revolusi dari bawah, dari gerakan petani dan buruh.

Kaum buruh menggelar pemogokan. Selain menuntut kenaikan upah dan partisipasi dalam perusahaan, mereka juga menuntut pembersihan para manajer yang dulu menjadi kaki-tangan polisi.

Tak sedikit pabrik yang diambilalih oleh buruh. Mereka lalu mengorganisir Comissão de Trabalhadores atau Komisi Buruh untuk mengelola produksi dan distribusi.

Kaum miskin kota dan tunawisma menduduki rumah-rumah kosong. Mereka membentuk Comissão de Moradores atau Komisi Warga.

Di desa-desa, kaum tani juga mengambilalih tanah dari tangan latifundios (tuan tanah), lalu membentuk koperasi-koperasi untuk mengelola tanah-tanah tersebut secara kolektif.

Begitulah secuplik kisah Revolusi Bunga di Portugal.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
MU, Keluarga Glazer, dan Nostalgia Setan Merah

MU, Keluarga Glazer, dan Nostalgia Setan Merah

Utang klub berjuluk Setan Merah itu sudah tembus lebih dari £1 miliar, ruang

Next
Mengurai Polemik Program Grab Hemat

Mengurai Polemik Program Grab Hemat

Namun, dalam implementasinya, program ini menuai kontroversi, terutama terkait

You May Also Like
Total
0
Share