Koperasi adalah suatu model usaha yang tumbuh dari kesadaran rakyat, dan bertujuan untuk mencapai keselamatan ekonomi bagi para anggotanya serta masyarakat umum.
Usaha-usaha yang dilakukan koperasi dapat dilaksanakan dari mulai kegiatan produksi, distribusi, sampai konsumsi. Koperasi dibentuk dan dijalankan berdasarkan asas kekeluargaan, tolong menolong, dan self help (menolong diri sendiri).
Mengenai koperasi dan asasnya ini juga dijelaskan dalam pasal 33 UUD 1945 sebagai sebuah konstitusi ekonomi Indonesia. Semangat koperasi ini dinyatakan:
“Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua. Di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi”.
Awal gerakan koperasi bermula di Inggris dengan berdirinya Rochdale Society of Equitable pada 1844. Pemilihan nama itu dipengaruhi oleh Robert Owen, seorang pemikir sosialis yang kelak disebut sebagai bapak koperasi dunia. Koperasi Rochdale didirikan dengan tujuan melenyapkan eksploitasi gaya kapitalis, terutama untuk memberikan keadilan bagi para tenaga kerja.
Koperasi menyebar menjadi gerakan anti kapitalisme di seluruh dunia. Tak terkecuali di Indonesia, di mana koperasi pertama kali didirikan oleh R. Aria Wiratmaja pada 1896. Pada tahun-tahun perjuangan kemerdekaan Indonesia, koperasi juga banyak didirikan oleh berbegai organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia, dan lain-lain.
Di masa-masa persiapan kemerdekaan Indonesia, gagasan koperasi tampaknya telah diterima mayoritas faunding parent bangsa Indonesia sebagai platform ekonomi negara. Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, akhirnya disahkan dalam konstitusi UUD 1945. Pada awal kemerdekaan, gagasan mengenai koperasi terus menyebar dan mendapatkan dukungan dari berbagai macam tokoh lintas organisasi dan ideologi.
Namun situasi ekonomi-politik Indonesia berubah dengan cepat, menjadikan perjalan gerakan koperasi di Tanah Air menjadi tidak mudah. Bahkan sampai hari ini, koperasi belum mampu menjadi soko guru perekonomian nasional.
Pada tahun 2019, berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UMKM jumlah koperasi di Indonesia berjumlah sekitar 123 ribu unit dengan anggota sebanyak 22 juta orang dan berkontribusi 5,1 persen terhadap total PDB nasional. Kontribusi tersebut masih tertinggal dari negara berkembang lain seperti Kenya. Pada 2019, Kenya memiliki 22 ribu koperasi dengan jumlah anggota mencapai 14 juta dari sekitar 50 juta jumlah penduduk serta berkontribusi 15 persen dari total PDB nasionalnya. Koperasi di Kenya tersebar di semua sektor perekonomian dengan mobilisasi tabungan lebih dari 48 persen tabungan nasional.
Namun bukan hanya Kenya. Berdasarkan data Committee for the Promotion and Advanced of Cooperatives (Copac), di awal milenium baru, koperasi menyumbang 80 persen-99 persen produksi susu di Norwegia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Koperasi menyumbang 71 persen produksi perikanan di Korea, 40 persen sektor pertanian di Brasil, 25 persen tabungan di Bolivia, 24 persen sektor kesehatan di Kolombia, 55 persen pasar ritel di Singapura, 36 persen di Denmark dan 14 persen di Hongaria.
Di negara Basque (dekat Spanyol) juga berdiri sebuah koperasi besar bernama Mondragon. Menariknya, koperasi tersebut memiliki pendapatan sebesar USD 13,11 miliar atau setara Rp 196,65 triliun. Kemudian dilansir pada buku 100 Koperasi Besar yang diterbitkan majalah Peluang, total pendapatan 100 koperasi terbesar di Indonesia baru mencapai Rp 59,7 triliun atau sekitar 30 persen dari pendapatan Mondragon. Perlu diketahui juga, dari 20 kabupaten di negara Basque pendapatan per kapita tertinggi di Kabupaten Mondragon, dan angka ketimpangan serta kemiskinanya menjadi yang terendah (1,3 persen)
Eksistensi koperasi besar seperti Mondragon berkesesuaian dengan pernyataan Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia yang mengatakan, “Koperasi tidak identik dengan usaha yang kecil, koperasi dapat membangun usaha yang berskala besar”.
Ditilik dari profilnya, Koperasi Mondragon di Kabupaten Mondragon, Provinsi Gipuzkoa, Negara Basque, sangat menarik. Sebagai koperasi pekerja, Mondragon merupakan bentuk reaksi perlawan kelas pekerja terhadap akses buruk dari sistem ekonomi kapitalisme. Mendirikan koperasi pekerja adalah suatu pernyataan sikap bahwa tenaga manusia jauh lebih berharga dari kuasa modal.
Di Koperasi Mondragon, usaha dijalankan dengan prinsip sama rata-sama rasa. Pekerja menganggap dirinya adalah bos dan bos menganggap dirinya adalah pekerja. Dalam menentukan segala kebijakan strategisnya, semua orang diberikan hak yang setara berdasarkan prinsip “one member one vote”. Apabila Anda ingin menjadi anggota, maka cukup dengan bekerja di sana karena biaya tabungan anggota akan di potong dari gaji selama 3-5 tahun.
Mondragon juga menetapkan gaji tertinggi tak boleh lebih dari enam kali lipat dari gaji terendah. Gaji terendah di sana sebanyak 16 ribu Euro per tahun atau kelipatan tiga dari gaji minimum Spanyol, belum termasuk asuransi kesehatan, pembangian untung tahunan, dan dana pensiun. Hal tersebut jauh berbeda dengan model usaha bukan koperasi. Menurut Economic Policy Insitute, berdasarkan survei di AS, ditemukan bahwa gaji CEO rata-rata lebih besar 320 kali lipat dibanding pekerja biasa.
Di Mondragon, memecat anggota juga bukan merupakan kebijakan yang populer. Tercatat, pada 2008 saat resesi terjadi di Spanyol dan angka pengangguran mencapai 26 persen, banyak perusahaan mengambil kebijakan pemotongan upah dan pemecatan. Mondragon justru mengambil langkah yang berbeda. Mereka lebih memilih memotong upah menejer sebanyak 5 persen-10 persen daripada harus melakukan pemcatan.
Hal serupa juga terjadi seperti saat masa pandemi Covid-19, 2020 lalu. Menurut Washington Post, banyak perusahaan yang telah melakukan pemecatan sejak awal masa pandemi dan di saat yang bersamaan justru membagi-bagikan deviden senilai USD 700 juta kepada para pemegang sahamnya.
Namun hal tersebut tidak tejadi di Mondragon, karena semua keputusan di sana akan ditentukan oleh para anggota. Jika mereka tidak mengendaki, maka kebijakan tersebut tidak akan terjadi. Demikian juga sebaliknya, pemecatan direktur bisa saja dilakukan jika para anggota menghendaki.
Dengan cara ini Mondragon mampu menunjukan bahwa dengan melakukan demokratisasi dalam badan usaha tidaklah menghambat kemajuan ekonomi. Justru sebaliknya, dengan platform ekonominya tersebut Mondragon saat ini mampu bertengger sebagai perusahaan nomor tujuh di Spanyol. Dengan jumlah pekerja lebih dari 75 ribu orang, dan hebatnya, lebih dari 40 persen dari pekerjanya tersebut adalah perempuan.