Merokok bagi perempuan Indonesia masih kerap dianggap sebagai hal yang tak lumrah. Tidak seperti kaum pria, perempuan masih mendapatkan stigma saat terlihat mengisap rokok. Merokok di depan umum, misalnya, dianggap tak pantas bagi perempuan. Ada pandangan, perempuan yang merokok melanggar norma-norma sosial.
Padahal, perempuan yang merokok sebenarnya memiliki akar sejarah panjang dalam budaya kita. Kisah Roro Mendut, perempuan di masa Mataram abad ke-17, adalah salah satu contohnya. Dengan gigih ia menjual lintingan tembakau demi kebebasan dan kemerdekaan dirinya yang hendak dijadikan selir oleh Tumenggung Wiraguna, panglima perang Sultan Agung dari Mataram.
Kisah Roro Mendut ini sangat menarik. Ia tak sekadar perempuan perokok, tetapi juga sosok yang memiliki daya juang dan otonomi kuat atas dirinya. Mendut, perempuan dari Pati, memilih menjual lintingan tembakau untuk membebaskan diri belenggu kekuasaan Wiraguna.
Dalam cerita ini, rokok bukan sekadar barang konsumsi, tetapi juga simbol kebebasan dan keteguhan hati. Roro Mendut berani menentang aturan yang mengekang perempuan, dan sikapnya yang memilih mandiri, memberikan inspirasi atas keteguhan prinsip.
Belakangan, film Gadis Kretek juga membawa kita menyusuri jejak perempuan perokok dalam sejarah industri kretek Indonesia. Film ini bercerita tentang dunia kretek yang begitu identik dengan budaya lokal. Di sana dikisahkan bagaimana perempuan gigih berjuang dalam mempertahankan industri ini.
Tokoh utama dalam film ini bukan hanya bagian dari rantai produksi, tetapi juga berperan penting dalam menciptakan dan mempertahankan budaya kretek yang selama ini dianggap maskulin. Film ini kembali mengingatkan kita bahwa perempuan telah menjadi bagian penting dari tradisi rokok di Indonesia.
Namun, dari masa ke masa tantangan memang selalu ada. Di era modern, perempuan yang merokok masih dihadapkan pada tekanan sosial yang menilai aktivitas mereka sebagai sesuatu yang tidak lazim.
Perempuan perokok dianggap melawan norma. Pandangan ini menunjukkan terdapat standar ganda di masyarakat, yang cenderung lebih permisif terhadap laki-laki perokok. Padahal, banyak perempuan yang memilih merokok sebagai ruang pribadi untuk mengekspresikan kebebasannya.
Bagi sebagian perempuan, merokok memang bisa menjadi sarana untuk terhubung dengan tradisi atau ekspresi diri. Seperti yang dialami karakter-karakter dalam film Gadis Kretek, merokok adalah bagian dari identitas yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan budaya.
Kisah Roro Mendut dan Gadis Kretek setidaknya mampu memberikan sudut pandang yang lebih kaya tentang perempuan perokok di Indonesia. Mereka bukan sekadar “perokok”, tetapi juga perempuan yang menjalani hidup dengan penuh keberanian, meski seringkali berhadapan dengan tantangan.
Dari sini, paling tidak kita dapat belajar tentang makna kebebasan, ekspresi diri, serta peran penting perempuan dalam membangun budaya.