Pengujung tahun 1958, ketika seantero dunia sedang bersorak-sorai menyambut datangnya tahun baru, tentara revolusioner yang menyebut diri “Gerakan 26 Juli” mulai merangsek masuk Kota Havana, Ibu Kota Kuba.
Dalam keadaan terdesak, Fulgencio Batista, diktator Kuba yang berkuasa lewat kudeta militer sejak 1952, buru-buru naik pesawat yang hendak menerbangkannya ke Republik Dominika. Malam itu, kekuasaan diktator Batista resmi berakhir sekaligus menandai kemenangan revolusi Kuba.
Latar belakang
Sejak menjadi negara republik pada awal abad ke-20, Kuba mulai terlilit korupsi. Sementara bangunan demokrasinya sangat rapuh dan mudah robohkan oleh kudeta militer.
Kudeta pertama terjadi pada 1933, yang membuka jalan bagi Batista untuk berkuasa (1940-1944). Namun, pada 1947, kaum progresif dan kaum muda mendirikan alat politik baru: Partido Ortodoxo.
Jelang pemilu 1952, popularitas Ortodoxo semakin meroket dan diprediksi akan memenangi pemilu. Batista, yang berniat menjadi presiden, khawatir dengan kemenangan itu. Ia menjegal peluang kemenangan tersebut dengan melancarkan kudeta militer pada 10 Maret 1952.
Di bawah Batista, yang disokong penuh oleh Amerika Serikat, korupsi semakin menggurita. Bersamaan dengan itu, penguasaan tanah, yang sebagian besar diperuntukkan untuk menopang industri gula, semakin terkonsentrasi di tangan segelintir orang.
AS sendiri turut menikmati manfaat ekonomi di bawah rezim Batista. Hampir 90 persen pertambangan Kuba dikuasai oleh bisnis AS. Negeri Abang Sam itu juga menguasai bisnis gula dan peternakan.
Situasi itulah yang memicu sentimen anti-Batista sekaligus anti terhadap imperialisme AS. Gerakan perlawanan dimulai oleh gerakan mahasiswa, tetapi direpresi oleh rezim Batista.
Lahirnya Gerakan 26 Juli
Pada 1952, Fidel Castro, seorang mahasiswa hukum, mulai menyusun perlawanan. Ia menyimpulkan bahwa perlawanan dengan jalur damai tak bisa menghasilkan perubahan.
Ia pun beralih pada perjuangan bersenjata. Ia mulai membangun gerakan bawah tanah. Pada 26 Juli 1953, Fidel bersama 160 pejuang menyerbu barak militer di Moncada. Serbuan mendadak itu gagal. Fidel ditangkap dan dipenjara.
Keluar dari penjara, Fidel langsung ke Meksiko. Di sana ia bertemu seorang revolusioner muda dari Argentina, Ernesto Che Guevara.
Di Meksiko, Fidel dan Che membangun gerakan perlawanan. Ia menamai gerakannya dengan nama: Gerakan 26 Juli (mengambil tanggal penyerbuan Barak Moncada). Pada 1956, setelah merasa cukup kuat, Fidel dan 86 pejuang mulai berlayar ke Kuba menggunakan kapal bernama Granma. Mereka bertekad segera memulai revolusi.
Nasib bercerita lain. Kedatangan mereka tercium oleh militer Batista. Begitu kapal Granma berlabuh, militer Batista langsung memberondong dengan senjata mesin. Hanya 21 pejuang yang selamat, termasuk Fidel dan Che Guevara.
Fidel dan pasukannya yang selamat menyingkir ke pegunungan Sierra Maestra. Di sana mereka membangun gerakan perlawanan sembari melancarkan perang gerilya. Sembari berjuang, mereka mengorganisir petani.
Pada 1958, Gerakan 26 Juli makin melebarkan penguasaan terhadap desa-desa. Di kota, mereka berhasil menggalang dukungan gerakan buruh dan kaum miskin, yang melancarkan mogok dan protes untuk melemahkan Batista.
Pada Desember 1958, Gerakan 26 Juli di bawah pimpinan Che Guevara berhasil merebut Kota Santa Clara. Ini adalah kemenangan besar bagi gerakan revolusioner. Di ujung Desember juga, Camilo Cienfuegos dan pasukannya menang besar di Yaguajay.
Akhirnya, rezim Batista terkurung di Kota Havana. Dalam kondisi terdesak, ia memilih melarikan diri. Aksi kabur Batista membuat kocar-kacir pasukan militernya, sehingga tak berdaya menghalau kedatangan pasukan Gerakan 26 Juli.
Rezim Batista resmi kolaps pada 1 Januari 1959. Jadi, pada saat dunia merayakan tahun baru, rakyat Kuba merayakan kemenangan revolusinya.