Kalau kamu pikir perjuangan Palestina cuma urusan orang Arab atau Islam, think again! Pejuang kemerdekaan Palestina itu super beragam.
Bahkan ada juga perempuan Jepang yang enggak takut ambil risiko besar, termasuk bertaruh nyawa. Namanya Fusako Shigenobu, pendiri sekaligus pemimpin Tentara Merah Jepang (Japanese Red Army/JRA), sebuah organisasi kiri bersenjata yang bikin geger dunia.
Awal yang kelam
Fusako lahir pada 28 September 1945, tak lama setelah bom atom menghantam Hiroshima dan Nagasaki. Masa kecilnya suram. Keluarganya hidup miskin di Tokyo, dan ayahnya hanyalah seorang tentara berpangkat rendah.
Meskipun hidupnya berat, Fusako tak mau menyerah. Dia bekerja keras di Kikkoman sambil kuliah malam, hingga akhirnya berhasil lulus dengan gelar sarjana ekonomi-politik dari Universitas Meiji. Bayangin betapa gigihnya dia.
Terseret arus radikalisme
Saat kuliah, Fusako aktif di organisasi mahasiswa kiri, Zengakuren, yang punya hubungan erat dengan Partai Komunis Jepang. Di sini, dia mulai jatuh cinta dengan ide-ide kiri radikal yang bermimpi tentang dunia tanpa penindasan. Enggak puas cuma jadi mahasiswa aktivis,
Fusako akhirnya juga terlibat di Liga Komunis, yang lebih radikal lagi dan punya sempalan bernama Red Army Faction (RAF). Sayangnya, Fusako kecewa dengan seksisme di RAF, dan hal ini mendorongnya mencari arah baru.
Hijrah ke Lebanon: pembebasan Palestina
Pada tahun 1971, Fusako memutuskan pindah ke Lebanon bersama kawan seperjuangannya, Tsuyoshi Okudaira, yang kelak jadi suaminya.
Di Lebanon, Fusako bergabung dengan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP), di mana dia bekerja di bagian kampanye dan publikasi. Saat itu, Palestina kurang dapat perhatian di Asia Timur, dan Fusako pun menjadi jembatan untuk meningkatkan kesadaran tentang perjuangan Palestina di kalangan pemuda Jepang.
Fusako bahkan berhasil bikin banyak anak muda Jepang tergerak hatinya untuk terlibat langsung dalam perjuangan Palestina. Enggak cuma ngomong doang, Fusako mendirikan Tentara Merah Jepang (JRA), sebuah organisasi internasionalis yang bersinergi dengan PFLP. Misinya jelas: melawan penindasan global, terutama untuk kemerdekaan Palestina.
Aksi yang mengguncang dunia
Tahun 1972, JRA bikin geger dunia dengan aksi pertamanya di Bandara Lod, Tel Aviv. Target mereka adalah ilmuwan Israel, Aharon Katzir, yang diduga terlibat dalam pengembangan senjata biologi. Hasilnya, 26 orang tewas, 80 orang terluka, dan dunia gempar. Namun, aksi ini juga merenggut nyawa Tsuyoshi Okudaira, suami Fusako.
Sepanjang dekade 70-an hingga 80-an, JRA melancarkan aksi-aksi berani seperti pembajakan pesawat, penyanderaan, hingga serangan bom. Salah satu aksinya adalah penyerbuan Kedutaan Prancis di Den Haag, di mana mereka menyandera 10 orang, termasuk duta besar Prancis. Dalam aksi ini mereka meminta pertukaran sandera.
Mereka juga pernah melakukan serangan di Kuala Lumpur, menyandera 50 orang, termasuk pejabat diplomatik AS dan Swedia. Aksi-aksi JRA ini membuat nama Fusako Shigenobu semakin dikenal dunia.
Akhir perjalanan: 20 tahun di penjara
Setelah aksi-aksi JRA mulai mereda di tahun 1990-an, banyak anggota penting organisasi ini yang ditangkap. Nasib sial menghampiri Fusako. Pada 8 November 2000, dia ditangkap di Osaka. Setelah persidangan panjang, ia divonis 20 tahun penjara. Walau berada di balik jeruji, Fusako tetap lantang mengkritik pemerintah Jepang, meskipun dia menyatakan enggak lagi berniat meneruskan perjuangan bersenjata.
Akhirnya, setelah 20 tahun terpenjara, Fusako Shigenobu dibebaskan pada 28 Mei 2022. Meski kisahnya penuh kontroversi, keberaniannya dalam memperjuangkan apa yang ia percayai tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.