Ben Cohen, Pendiri Es Krim Ben & Jerry’s, Ditangkap karena Bela Gaza

Di usia yang sudah senja, 74 tahun, Ben Cohen seharusnya duduk manis di rumah menikmati masa tua. Kekayaannya sebagai pendiri Ben & Jerry’s, bisnis es krim yang sudah berdiri sejak 1978, cukup untuk membuatnya hidup tenang di hari tua.

Namun, penderitaan rakyat di Gaza, terutama perempuan dan anak-anak, membuat hatinya tergetar marah. Rasa kemanusiaannya terusik jika ia tak bertindak. Meski berdarah Yahudi, Cohen merasa perlu berdiri di sisi rakyat Gaza yang tertindas.

“Cuci tangan dari konflik antara yang kuat dan yang lemah bukanlah tindakan netral. Itu berarti berpihak pada yang kuat,” kata tokoh pendidikan Brasil, Paulo Freire.

Sikap itulah yang menggiring Cohen untuk menghadiri Sidang Senat Capitol Hill, Rabu, 14 Mei 2025. Hari itu, Menteri Kesehatan AS Robert Kennedy Jr (RFK) sedang memaparkan rencana anggaran kesehatan AS untuk tahun 2026.

Namun, baru saja RFK menyampaikan pidato, suara protes sudah bersahut-sahutan. Sejumlah aktivis, salah satunya Ben Cohen, meneriaki RFK. “Kongres AS mengirim bom yang membunuh anak-anak di Gaza dan membayarnya dengan pemotongan dana Medicaid,” teriaknya. Suaranya nyaris tenggelam dalam gadung ruang sidang hari itu.

Dalam video yang beredar di media sosial, polisi datang untuk menangkapi aktivis. Seorang polisi terlihat menarik lengan Cohen dan membuatnya nyaris terjatuh.

Dalam sebuah video yang dibagikan Codepink, Ben dengan tangan terborgol, digiring sejumlah polisi ketika seorang perempuan melempar pertanyaan. “Ben, kenapa kamu sampai ditangkap?” tanya perempuan itu.

“Kongres membunuh anak-anak miskin di Gaza dengan membeli bom,” kata Ben setengah berteriak. “Dan mereka membayarnya dengan mencabut asuransi kesehatan anak-anak miskin di Amerika.”

Esok harinya, seolah tak kenal menyerah, Ben mengunggah video penangkapannya di X, disertai caption: “Saya bilang ke Kongres bahwa mereka membunuh anak-anak miskin di Gaza dengan membeli bom, dan mereka membayar bom itu dengan mencabut Medicaid dari anak-anak miskin di AS. Ini respons dari aparat terhadap saya.”

Siapa Ben Cohen?

Ben Cohen, yang terlahir dari keluarga Yahudi, adalah seorang pengusaha. Pada 1998, ia bersama sahabat masa kecilnya, Jerry Greenfield, membuka toko es krim bernama Ben & Jerry’s.

Pengalaman pribadi Ben yang menderita anosmia (kehilangan penciuman dan rasa yang berkurang) membuat mereka berinovasi dengan menambahkan potongan besar makanan beraroma pada es krimnya, sehingga meningkatkan tekstur dan rasa. Usaha es krim ini pun berkembang.

Ben Cohen dengan presenter TV, Jimmy Fallon , pada 2011. Kredit: Mike Coppola/Getty Images

Namun, selain inovasi itu, es krim ini juga populer karena aksi sosial, menyumbangkan 7,5 persen dari laba sebelum pajaknya untuk organisasi nirlaba dan amal.

Pada 1994, Ben Cohen mengundurkan diri sebagai CEO. Pada saat itu, Ben & Jerry’s menghasilkan sekitar USD 150 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun (dalam penjualan tahunan). Enam tahun kemudian, pada 2000, Unilever mengakuisisi Ben & Jerry’s senilai USD 326 juta atau sekitar Rp 5,4 triliun.

Aktivisme politik

Meski berlatar penguasa, Ben dan entitas bisnisnya tak mau menghindar dari isu-isu politik. Tahun 2020, saat di Amerika meledak amarah karena kematian George Floyd, Ben Cohen dan Ben & Jerry’s ikut bersuara lantang. Mereka melancarkan kampanye bertema “Diam Bukanlah Pilihan” (Silence is not an Option) untuk menyerukan penghapusan diskriminasi rasial terhadap warga kulit hitam.

Pada 2021, Ben & Jerry’s kembali membuat heboh saat mengumumkan akan menghentikan penjualan di wilayah Palestina yang diduduki Israel, karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai perusahaan. Kebijakan itu menuai reaksi pejabat AS dan Israel. Unilever akhirnya menjual bisnis Ben & Jerry’s di Israel kepada Avi Zinger, pemegang lisensi lokal.

Meskipun Ben & Jerry’s sudah sering bersuara soal Palestina dan isu sosial-politik lainnya, ini adalah pertama kalinya Ben Cohen sampai ditangkap karena membela keyakinannya.

Cohen, bersama co-founder Jerry Greenfield, artis Jane Fonda dan sejumlah aktivis lingkungan di depan Capitol, 2019. Kredit: Getty Images

Pada November, Ben & Jerry’s menggugat perusahaan induknya, Unilever, karena dituduh membungkam upaya mereka untuk menyuarakan dukungan terhadap gencatan senjata di Gaza dan pembelaan terhadap pengungsi Palestina. Dalam gugatan itu, Ben & Jerry’s menyebut Unilever melanggar perjanjian yang pernah dibuat, bahwa Ben & Jerry’s punya hak penuh atas misi sosial mereka sendiri.

Tapi dalam kenyataannya, menurut mereka, Unilever sudah empat kali membungkam suara Ben & Jerry’s—saat mereka ingin menyerukan gencatan senjata di Gaza, menolak bantuan militer AS ke Israel, mendukung mahasiswa yang memprotes perang Israel, dan menyerukan perlindungan bagi pengungsi Palestina yang ingin ke Inggris.

Ben & Jerry’s juga mengatakan bahwa salah satu petinggi Unilever, Peter ter Kulve, khawatir kalau mereka terlalu vokal soal perang Gaza bisa membuat perusahaan dicap anti-Semit.

Padahal, sesuai kesepakatan, Unilever seharusnya memberi dana USD 5 juta agar Ben & Jerry’s bisa menyumbang ke organisasi HAM pilihan mereka. Tapi ketika Ben & Jerry’s memilih dua lembaga, yaitu Jewish Voice for Peace (JVP) dan CAIR San Francisco, pihak Unilever menolak, karena menilai JVP terlalu keras mengkritik pemerintah Israel.

Pada Maret, Ben & Jerry’s kembali menggugat Unilever. Kali ini mereka menuduh media sosial mereka disensor, termasuk saat membahas Black History Month. Selain itu, CEO mereka, David Stever, dipecat karena terlalu vokal.

Pada April, media Semafor melaporkan bahwa Unilever sedang mengaudit dana yayasan amal Ben & Jerry’s, khususnya dana yang disalurkan ke organisasi progresif dan pro-Palestina.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
SPAI Tolak Rencana Merger Grab-GoTo

SPAI Tolak Rencana Merger Grab-GoTo

Berdasarkan data yang dirilis Euromonitor International, bila merger terjadi

Next
Gelar Aksi Gabungan, ini Daftar Tuntutan Serikat Pengemudi Ojol

Gelar Aksi Gabungan, ini Daftar Tuntutan Serikat Pengemudi Ojol

Ketua Serikat Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati

You May Also Like
Total
0
Share