Zubir Said, Orang Minang Pencipta Lagu Kebangsaan Singapura

Lagu kebangsaan negara Singapura, Majulah Singapura, ternyata diciptakan oleh seorang berdarah Indonesia. Tepatnya, keturunan Minangkabau. Namanya Zubir Said.

Zubir Said lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 22 Juli 1907. Dia satu kampung halaman dengan Bung Hatta.

Ibunya meninggal ketika usianya baru menginjak tujuh tahun. Sedangkan bapaknya bekerja sebagai kondektur kereta api. Ia menempuh pendidikan dasar pada 1914-1921.

Kesukaannya pada musik mulai tumbuh sejak kecil. Karena itu, meski kurang dukungan, dia tetap belajar suling, gitar, dan drum secara otodidak.

Saat menginjak bangku sekolah menengah, Zubir bergabung dengan grup keroncong. Dari situ, ia belajar instrumen gitar dan drum.

Pada usia 18 tahun, karena keterbatasan ekonomi keluarganya, Zubir mulai bekerja. Pertama sebagai pembuat batu bata, kemudian beralih menjadi juru ketik.

Saat menjadi juru ketik, Zubir memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar dan bermain musik. Ia bergabung dengan grup keroncong dan mendapat posisi sebagai pemain biola.

Setelah tak bekerja, Zubir membentuk grup keroncong keliling. Ia berkeliling dari kampung ke kampung di Sumatera untuk mencari nafkah.

Akhirnya, pada usia 21 tahun, Zubir memutuskan merantau ke Singapura. Ia berharap bisa mengubah nasib di negeri impiannya itu.

Di Singapura, Zubir menjadi anggota kelompok opera bernama wayang bangsawan City Opera, yang pemainnya kebanyakan orang Melayu.

Pada 1936, dia direkrut oleh His Master’s Voice (HMV), perusahaan rekaman milik Inggris. Di HMV, ia bertemu dengan seorang penyanyi keroncong, Tarminah Kario Wikromo. Tarminah ini punya darah Jawa. Zubir dan Tarminah akhirnya menikah pada 1938.

Perang dunia kedua mengakhiri pekerjaan Zubir di HMV. Bersama Tarminah, Zubir sempat pulang kampung ke Bukittinggi hingga 1947. Jadi, saat proklamasi kemerdekaan RI, Zubir dan Tarminah masih di Bukittinggi.

Dia baru kembali ke Singapura pada 1947. Pada kali kedua di negeri itu, Zubir bekerja sebagai fotografer dan penulis selama dua tahun untuk surat kabar Utusan Melayu. Pelan-pelan jalan nasibnya mulai bersinar terang.

Pada 1949, ia diperkenalkan dengan industri film melalui pekerjaan sebagai komposer musik untuk film-film Melayu yang diproduksi oleh Shaw Brother.

Pada 1958, Zubir menggubah lagu “Majulah Singapura” untuk dipersembahkan sebagai lagu resmi pada Dewan Kota Singapura.

Pada 1959, Singapura menjadi negara di bawah Kerajaan Inggris dan menjalankan pemerintahan sendiri. Untuk itu, mereka butuh lagu kebangsaan.

Lagu “Majulah Singapura”, lagu ciptaan Zubir yang sudah terlanjur populer itu pun dipilih sebagai lagu kebangsaan Singapura.

Hingga tahun 1960-an, Zubir Said menciptakan aneka lagu, termasuk untuk soundtrack film yang dibuat rumah produksi Cathay Keris. Salah satu lagu karyanya yang dibuat untuk film Dang Anom memenangi penghargaan Festival Film Asia ke-9 di Seoul, Korea Selatan 1962.

Pada 9 Agustus 1965, setelah menjadi negara yang merdeka penuh, Singapura menetapkan “Majulah Singapura” sebagai lagu kebangsaan.

Sebelum didera sakit yang menyebabkan kematiannya di Singapura pada 1987, Zubir Said belum mempublikasikan semua karyanya karena terlalu sibuk mengajar para seniman muda. Selama hidupnya, ia menulis sedikitnya 1.500 lagu.

Dia juga mengajarkan musik dan menyanyi kepada aktor besar Malaysia, P Ramlee. Dikenal sebagai aktor paling masyhur di Malaysia, P Ramlee punya darah Aceh. Ayahnya berasal dari Lhokseumawe.

Beberapa lagu karya Zubir Said yang terkenal di antaranya ”Sang Rembulan”, ”Sayang Disayang”, ”Cinta”, ”Selamat Berjumpa Lagi”, ”Nasib Malang”, ”Anak Daro”, ”Setangkai Kembang Melati”, dan ”Kumbang dan Rama-Rama”.

Atas pengabdiannya di bidang musik, Zubir Said diganjar sejumlah penghargaan, yakni Certificate of Commendation and the Public Star Service (1962), Jasawan Seni Award dari Malay Cultural Organizations (1971), ASEAN Cultural and Communication Awards (1987), Lifetime Achievement Award dari Masyarakat Komposer dan Pengarang Singapura (1995).

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
5 Milenial yang Mengubah Wajah Politik Dunia
Sanna Marin (Finlandia) dan Jacinda Ardern (Selandia Baru). Kredit foto: Mamamia

5 Milenial yang Mengubah Wajah Politik Dunia

Memasuki abad 21, kereta politik seakan berjalan tertatih-tatih

Next
Kisah Kaum Merah Di Jong Java Cabang Surabaya

Kisah Kaum Merah Di Jong Java Cabang Surabaya

Jong Java, yang bermula dari Tri Koro Darmo pada 1915, merupakan salah satu

You May Also Like
Total
0
Share