Ekonomi gig dianggap membawa harapan dan menjadi tren ketenagakerjaan di masa mendatang. Namun di sisi lain, ekonomi gig juga kerap mengebiri hak-hak pekerja yang telah bekerja keras bagi perusahaan platform seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food, InDrive, Lalamove dan Borzo.
Platform banyak menuai kritik karena memanipulasi hubungan kerja menjadi hubungan kemitraan. Dengan demikian, pekerja platform menjadi dirugikan karena perusahaan abai dalam memenuhi hak pekerja yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Jika dirinci, pengabaian itu antara lain:
Kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi
Platform menghilangkan hak ini karena menerapkan diskriminasi terhadap pengemudi angkutan online seperti ojol, taksol, atau kurir melalui skema prioritas. Skema prioritas diimplementasikan secara beragam, mulai kategorisasi berjenjang bagi pengemudi dengan tingkatan dari mulai terendah seperti Basic, Silver, Gold dan Platinum. Atau tingkatan lainnya seperti Anggota, Pejuang, Kesatria dan Jawara. Semakin tinggi tingkatannya maka semakin besar kesempatannya untuk mendapatkan order (pekerjaan) dari platform melalui aplikasi pengemudi.
Selain itu, platform lainnya menerapkan skema prioritas melalui pembelian atribut seperti jaket, helm dan tas oleh pengemudi. Dengan pembelian atribut tersebut, platform akan memprioritaskan pengemudi untuk mendapatkan order, dibanding dengan pengemudi yang tidak melakukan pembelian atribut.
Pelatihan kerja dan kompetensi kerja
Hak ini tidak diberikan kepada pengemudi dalam meningkatkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Kompetensi kerja yang diakui melalui sertifikasi kompetensi kerja yang diberikan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi, tidak diselenggarakan oleh paltform bagi kepentingan karier kerja pengemudi.
Hak perempuan: cuti haid, melahirkan, keguguran, menyusui
Status mitra membuat pengemudi perempuan kehilangan haknya untuk mendapatkan cuti haid selama dua hari, cuti melahirkan selama 3-6 bulan, cuti keguguran dan kesempatan waktu untuk menyusui. Selain kehilangan hak atas waktu tersebut, juga berdampak hilangnya pendapatan karena tidak mendapatkan jaminan kepastian pendapatan melalui upah minimum.
Waktu kerja dan lembur yang layak
Pengemudi tidak mendapatkan hak waktu kerja yang manusiawi. Pengemudi dipaksa untuk bekerja lebih dari delapan jam kerja setiap harinya, 15-17 jam, bahkan dipaksakan hingga 24 jam agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga di rumah. Selain itu, pengemudi juga tidak mendapatkan upah lembur bila bekerja lebih dari delapan jam.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
Status mitra membuat pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja di luar batas normal dengan jam kerja yang panjang. Sehingga hal ini membuat pengemudi mengalami kelelahan dan rawan mengalami kecelakaan lalu-lintas yang berakibat cacat tubuh hingga meninggal dunia. Selain itu pengemudi menjadi rentan menderita sakit dan tingkat stres tinggi karena kurang istirahat dan tidur.
Kepastian upah yang layak
Sistem kerja yang fleksibel dengan status mitra melalui pendapatan berdasarkan satuan hasil menjadikan pengemudi ojol kehilangan haknya atas upah layak setiap bulannya. Selain itu aplikator membuat aturan yang merugikan terkait pendapatan pengemudi seperti skema tarif layanan antar makanan Rp 5.000, pendapatan yang semakin kecil pada order gabungan pada layanan antar makanan dan potongan biaya aplikator yang melebihi ketentuan 20 persen. Skema insentif dan bonus tidak berdampak pada peningkatan pendapatan pengemudi karena mensyaratkan rating dan performa pengemudi yang telah ditentukan sepihak.
Jamsostek
Status mitra mengakibatkan pengemudi ojol diklasifikasikan sebagai pekerja bukan penerima upah. Sehingga iuran BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya ditanggung aplikator, justru sebaliknya dibebankan kepada pengemudi. Selain itu pengemudi hanya mendapatkan tiga jenis jaminan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT). Hal ini berbeda bila pengemudi menjadi pekerja, maka akan mendapatkan sebanyak lima jenis jaminan yaitu tiga jaminan yang telah disebutkan di atas ditambah dengan Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Hak berserikat
Status mitra yang ditetapkan platform terhadap pengemudi ojol, menyebabkan pengemudi kehilangan haknya untuk membentuk serikat pekerja. Sehingga pengemudi tidak dapat melakukan hal-hal seperti membuat perjanjian kerja bersama dengan aplikator, melakukan perundingan bila aplikator mengeluarkan aturan baru yang merugikan, bahkan hingga melakukan hak mogok kerja.
Praktik penindasan yang dilakukan platform terhadap pekerjanya, menuai banyak aksi demonstrasi di berbagai daerah dan kota. Mereka menuntut kesejahteraan dengan kondisi kerja yang layak, upah yang manusiawi dan status kerja permanen dalam jangka panjang.
Setelah satu dekade aksi-aksi protes pekerja platform, akhirnya Kementerian Ketenagakerjaan mulai membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) untuk melindungi pekerja platform seperti ojol, taksol dan kurir. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan untuk lepas begitu saja. Menjadi keharusan untuk terus mendesak agar aturan ini diberlakukan segera dan tidak lagi diundur-undur. Selain itu, secara bersama-sama mengawal janji kebijakan baru ini agar isinya mendatangkan kesejahteraan bagi pekerja platform, bukan untuk akumulasi keuntungan bagi platform.
Raymond J. Kusnadi, Koordinator Advokasi Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)
Editor: Winuranto