Sukarno, Natal, dan Pelarangan Sinterklas

Pada 24 Desember 1945, saat situasi Republik Indonesia masih mencekam akibat agresi militer Belanda I, umat kristiani di Yogyakarta menggelar perayaan Natal.

Saat itu, Yogyakarta menjadi Ibukota RI. Presiden Sukarno menyempatkan hadir dan menyampaikan pidato dalam acara perayaan Natal tersebut. Ia berseru perlunya persatuan untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Di Yogyakarta, Sukarno berhubungan sangat baik dengan pemuka agama Katolik maupun Protestan. Salah satunya dengan Uskup Mgr. Albertus Soegijapranata.

Soegija sangat aktif mendukung kemerdekaan Indonesia. Ia memindahkan Keuskupan dari Semarang ke Yogyakarta. Kepada umat Katolik, ia berseru: 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia.

Tahun 1948, jelang perayaan Natal, Belanda melancarkan agresi militer ke-II yang menyasar Yogyakarta.

“Desember 1928, Belanda menjatuhkan hadiah natal tepat di atas cerobong asap dapurku. Jam 5.30 pagi hari Minggu, tanggal 19, mereka membom Yogyakarta,” kata Sukarno.

Sinterklas Hitam

Semasa Hindia-Belanda, pada setiap 5 Desember, ada tradisi perayaan Sinterklas. Perayaan selalu berlangsung meriah. Sinterklas bersama pembantunya, Piet Hitam, diarak keliling kota.

Tradisi ini berlanjut hingga 1950-an. Namun, pada 1957, persoalan Irian Barat mulai panas. Indonesia gagal meraih dukungan soal Irian Barat di PBB.

Sukarno marah besar. Sebagai reaksinya, selain pemulangan orang-orang Belanda yang masih di Indonesia dan pengambilalihan perusahan milik Belanda, ada pelarangan pesta Sinterklas.

Pesta Sinterklas dianggap tradisi warisan Belanda. Sejak 5 Desember 1957, tidak ada lagi arak-arakan Sinterklas pada setiap 5 Desember. Peristiwa pelarangan itu kemudian dikenang sebagai “Sinterklas hitam”.

Tiga Medali dari Vatikan

Meskipun ada peristiwa pelarangan Sinterklas, hubungan Sukarno dengan umat Kristiani tetap baik.

Sejak 1956 hingga 1964, Sukarno tiga kali mengunjungi Vatikan. Dalam setiap kunjungan itu, ia menerima penghargaan dari Paus yang berbeda.

Kunjungan pertama, 13 Juni 1956, Sukarno menerima medali saat bertemu dengan Paus Pius XII. Pada kunjungan kedua, 14 Mei 1959, dia mendapatkan medali dari Paus Yohanes XXIII. Medali kembali didapatkan Sukarno saat mengunjungi Paus Paulus VI pada 12 Oktober 1964.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
“Happy Xmas (War Is Over)”: Dari Seruan Anti-Perang Menjadi Lagu Natal Abadi

“Happy Xmas (War Is Over)”: Dari Seruan Anti-Perang Menjadi Lagu Natal Abadi

Pada Desember 1971, John Lennon dan Yoko Ono merilis lagu ikonik Happy Xmas (War

Next
Ki Hadjar Dewantara: Pancasila, Jiwa Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Ki Hadjar Dewantara: Pancasila, Jiwa Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Ki Hadjar Dewantara, yang bernama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (2

You May Also Like
Total
0
Share