Revolusi Big Data Ala Salvador Allende

Bicara revolusi big data, rasanya tak afdol jika tak menengok kembali sebuah percobaan spektakuler pada 1970-an.

Pada 1970, Salvador Allende, seorang dokter berpikiran Marxis, terpilih sebagai presiden Chile. Dia bertekad membawa Chile menjadi negeri sosialis, tetapi tetap menjunjung tinggi demokrasi. Termasuk demokrasi ekonomi.

Belajar dari perekonomian terencana yang ambruk karena digerakkan oleh birokratisme, Allende memakai cara modern: perencanaan berbasis data. Ia pun meluncurkan proyek ambisius yang diberi nama: Projek Sibernetika.

Mengenal Salvador Allende

Salvador Allende adalah seorang dokter. Dia terlahir dari keluarga terpelajar dan berpikiran progresif. Sejak muda, ia terpapar ide-ide marxisme dan anarkisme.

Ia bertemu Juan Demarchi, seorang anarkis, yang mengajarinya bermain catur dan memberinya cara pandang melihat persoalan ketidakadilan sosial.

Saat kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Chile, dia terpapar ide-ide marxisme. Dia melahap semua bacaan tentang Marx, Lenin, dan Leon Trotsky. Dia pernah menjadi pimpinan dari Federasi Mahasiswa Kedokteran.

Dia usia 20-an, dia menjadi kader partai Sosialis. Salah satu alasannya memilih sosialis ketimbang komunis karena ia tak setuju dengan ide kediktatoran proletariat. Ia selalu menekankan bahwa sosialisme harus bergandengan dengan demokrasi.

Tahun 1945, dia terpilih sebagai anggota Senat. Ia kemudian menjadi ketua dari Komisi Kesehatan Senat, yang memperjuangkan sistem kesehatan yang universal. Dia juga pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan di bawah pemerintahan Pedro Aguirre Cerda.

Sebelum menjabat Presiden, dia tiga kali maju sebagai capres pada 1952, 1958, dan 1968, namun kalah semuanya. Namun, pada pemilu 1970, di bawah payung koalisi kiri Unidad Popular, Allende menang.

Awal mula Projek Sibernetika

Saat berkuasa, Allende berkeinginan agar sistem perekonomian terencana bisa efektif. Dan kuncinya: manajemen data dan desentralisasi. Bagi Allende, sosialisme Chile tak boleh mengulang kesalahan birokratisme sosialisme Soviet.

Fernando Flores, orang yang ditunjuk Allende untuk memimpin proyek ini, segera menghubungi seorang ahli manajemen sibernetika Inggris, Stafford Beer. Ia adalah seorang intelektual yang bersimpati pada ide-ide sosialisme demokratik dan otonomi kelas pekerja.

Begitu tiba di Chile, Beer dan Flores langsung mengumpulkan insinyur Chile dan Inggris untuk menyusun teknologi baru untuk mempermudah manajemen produksi dan distribusi kegiatan ekonomi di Chile.

Apa esensi revolusi sibernetika?

Revolusi sibernetika sebetulnya sangat visioner. Bahkan negara-negara kapitalis maju belum melakukan hal tersebut di masa itu. Untuk mewujudkan revolusi berbasis data itu, Beer mengirimkan ribuan mesin teleks ke pabrik-pabrik di Chile.

Melalui mesin teleks itu, setiap pabrik membuat laporan tentang stok bahan baku, jumlah produksi, jumlah pekerja yang efektif, dan informasi penting lainnya.

Ribuan mesin teleks itu terkoneksi dengan sebuah komputer IBM berukuran raksasa. Seluruh data dari ribuan perusahaan itu diolah lewat komputer sebagai bahan untuk mengambil keputusan.

Menariknya, pada 1972, Beer menerbitkan laporan untuk pemerintah Chile. Ia mengusulkan agar pekerja Chile, bukan manajer atau teknokrat pemerintah, yang mengendalikan Proyek Revolusi Sibernetik.

Ruang kendali

Yang lebih canggih, ada sebuah ruangan untuk menampung dan mengolah data. Ruang itu dikelilingi layar yang menampilkan data. Mirip dengan ruang kendali dalam film fiksi ilmiah Star Trek.

Di dalam ruang itu, ada tujuh kursi dengan tombol-tombol di masing-masing kursi untuk menampilkan data dan mengambil keputusan (voting). Data-data itu dianalisis secara cepat oleh komputer komputer (IBM 360/50). Jadi, setiap keputusan berbasis data yang akurat.

Ruangan yang sangat visioner dan modern itu dirancang oleh ahli desain Jerman, Gui Bonsiepe.

Capaian luar biasa

Dengan tata kelola ekonomi berbasis data, Allende hendak membuat ekonomi Chile benar-benar efisien dan efektif. Tidak ada celah untuk melakukan korupsi dan penyimpangan. Tidak tempat bagi praktik “asal bapak senang”.

Tidak heran, meskipun ekonomi Chile kala itu berhadapan dengan blokade dan sabotase dari sayap kanan dan AS, tetapi sosialisme ala Chile tetap berjalan maju dan berkembang positif.

Tahun 1972, AS dan oposisi berhasil menggerakkan 40 ribu sopir truk untuk mogok kerja. Tujuan mereka untuk mengganggu rantai pasokan, sehingga mendestabilisasi ekonomi. Jika ekonomi terganggu, barang kebutuhan terlambat atau langka sampai ke pasar, maka rakyat akan marah. Begitu cara berpikir oposisi kanan kala itu.

Namun, revolusi sibernetika berhasil menggagalkan rencana itu. Rencana produksi real-time dari masing-masing pabrik sudah ada di layar-layar ruang kendali operasi. Pemerintah menggunakan mekanisme distribusi yang lain, dengan partisipasi kelas pekerja untuk memastikan barang tetap bergerak dari pabrik hingga ke rumah-rumah rakyat.

Sayang sekali, revolusi sibernetik tak berumur lama. Pada 11 September 1973, militer yang disokong oleh Amerika Serikat menggempur Istana Kepresidenan La Moneda.

Hari itu, Jenderal Pinochet mulai memerintahkan Angkatan Darat untuk menggempur Istana Kepresidenan. Tank dikerahkan. Helikopter dan pesawat tempur membombardir dari atas.

Dalam situasi terjepit, Allende menolak takluk. Ia memilih bertempur hingga tetes darah penghabisan. Detik-detik terakhir, Allende menyampaikan pidato terakhirnya: inilah kata-kata terakhirku dan aku yakin pengorbananku tidak akan sia-sia.

Allende memang gugur dalam kudeta itu, tetapi ide-ide dan legasinya terawat baik. Ia terus menjadi inspirasi bagi perjuangan masa kini untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, makmur, dan demokratis.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
5 Fakta tentang Kudeta terhadap Salvador Allende di Chile

5 Fakta tentang Kudeta terhadap Salvador Allende di Chile

11 September 1973, lebih setengah abad lalu, militer Chile di bawah pimpinan

Next
Saatnya Mengembalikan Hukum sebagai Panglima

Saatnya Mengembalikan Hukum sebagai Panglima

Tahun 1945, saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

You May Also Like
Total
0
Share