Merdika.Id

Menyajikan analisis dan liputan mendalam terhadap berbagai isu sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun internasional. Kami menggunakan sudut pandang yang kritis, jernih, dan berbasis data.

Ingin ikut berkontribusi memperkaya gagasan-gagasan kami, silahkan kirim artikel ke:

Redaksi Merdika.Id

Blueprint

A perfect balance of exhilarating flexiblity and the effortless simplicity of the Code Supply Co. WordPress themes.

The ultimate publishing experience is here.

Sulaiman Labai, Robin Hood dari Silungkang

Aparat keamanan kolonial Hindia Belanda menangkap sejumlah orang di Stasiun Silungkang, Sumatra Barat, setelah pemberontakan PKI 1927. (Kredit foto: Tropenmuseum)

Rakyat Inggris punya kisah Robin Hood, seorang bandit yang rela mencuri dan hasilnya dibagikan ke rakyat miskin. Namun, Nusantara juga punya banyak cerita serupa. Salah satunya dari tanah Silungkang.

Pada awal abad ke-20, di bawah kekuasan kolonial Belanda, Silungkang merupakan pusat perdagangan dan pertambangan. Meski ekonominya tumbuh dengan pesat, tetapi banyak rakyatnya yang hidup miskin. 

Namun, pada awal abad ke-20 itu juga, kemajuan perdagangan turut serta membawa pikiran-pikiran dari pulau Seberang, dari Islamisme hingga Marxisme. 

Pada tahun 1915, Sulaiman Labai, seorang saudagar muslim terpelajar, mendirikan cabang Sarekat Islam di Silungkang. Tiga tahun kemudian, ia mulai mempelopori perlawanan terhadap peraturan-peraturan kolonial yang membatasi pengangkutan beras.

Saat itu, karena tekanan kemiskinan dan kolonialisasi, banyak rakyat Sawahlunto yang terancam kelaparan. Ironisnya, kereta pengangkut beras justru hilir-mudik melintasi Silungkang untuk mengantarkan beras bagi pejabat Belanda dan administratur tambang di Ombilin, Sawahlunto.

Saat itu, sebagian besar rakyat Silungkang sedang dilanda kelaparan. Namun, ironisnya, kereta-kereta pengangkut beras belanda tidak pernah berhenti hilir-mudik melewati Silungkang.

Tergetar marah melihat ketidakadilan itu, Sulaiman pun merancang aksi. Pada tahun 1918, Sulaiman Labai dan puluhan anggotanya menyetop kereta pengangkut beras di stasiun Silungkang. Mereka kemudian memaksa Kepala Stasiun menurunkan dua gerbong beras. 

Tak mau mengambil resiko, Kepala Stasiun yang tak punya banyak pilihan hanya menuruti. Sulaiman dan pengikutnya kemudian menggotong pergi beras-beras itu. Dan layaknya si Robin Hood, beras-beras itu dibagikan kepada rakyat. Menariknya, setiap penerima beras gratis itu diminta membuat surat tanda terima.

Ternyata, itu taktik Sulaiman. Dengan dalih situasi darurat, ia membagi-bagikan beras kepada rakyat yang terancam kelaparan. Dan surat tanda terima itu merupakan pernyataan bahwa Sulaiman akan membayar beras-beras itu suatu hari nanti.

Taktik Sulaiman itu berhasil. Dia memang ditangkap, tetapi kemudian dibebaskan setelah menginap di penjara selama beberapa hari. Ia dianggap tidak mencuri karena pertimbangan situasi darurat.

Namun, kisah Robin Hood ala Sulaiman Labai sudah terlanjur menarik simpati rakyat Silungkang. Mereka terpukau dengan keberanian dan kecerdasan aktivis SI itu. Dan, karena kisah kepahlawanan, rakyat Silungkang berlomba-lomba mendaftar sebagai anggota SI.

SI cabang Silungkang pun berkembang pesat. Selain memimpin SI, Sulaiman Labai juga memimpin koran kiri: Panas. Tetapi, sangat sedikit sumber tentang koran ini dan sepak terjang Sulaiman Labai di dalamnya.

Tahun 1924, setelah konflik internal SI di tanah Jawa antara faksi merah versus putih, SI Cabang Silungkang banyak yang mengikuti garis faksi merah. SI Cabang Silungkang pun berubah menjadi Sarekat Rakyat, yang bernaung di bawah partai Komunis Indonesia (PKI).

Sejak tahun-tahun itu, aktivis radikal oleh kaum kiri di tanah Sumatera meningkat pesat. Belanda pun mulai melakukan penangkapan-penangkapan. Salah satunya: penangkapan Sulaiman Labai pada 1926.

Sulaiman ditangkap sebelum api pemberontakan meletus di tanah Sumatera, yang titik ledaknya berlangsung di Silungkang, pada malam tahun baru 1927. Pemberontakan rakyat itu dipimpin oleh PKI dan Sarekat Rakyat. Pemberontakan itu menemui kegagalan. Ribuan aktivis, kaum tani, kaum buruh, ulama, dan rakyat biasa ditangkap oleh Belanda.

Nasib sulaiman Labai sendiri sudah tidak jelas saat itu. Sebuah artikel yang ditulis oleh Anwar Sirin, Perang Rakyat Silungkang Sumatera Barat 1927, menceritakan bahwa pada Maret 1928 Sulaiman Labai dan sejumlah pejuang rakyat Silungkang dipindahkan ke sebuah penjara di Pulau Jawa.

Anwar Sirin mencatat sebuah dialog antara Sulaiman Labai dengan Rusad, seorang pribumi yang menjadi Mantri Polisi Belanda masa itu. Mantri Polisi Rusad mengejek para pejuang itu Sulaiman dan pejuang anti-kolonial. 

“Kamu semua telah merasakan tanganku. Tentu kamu menaruh dendam kepadaku. Tapi jangan harap kamu semua dapat membalas dendam itu. Sekalipun kini ada Sukarno mengikuti jejak kalian yang hendak merdeka dan hendak menjadi raja. Besok pagi kalian semuanya berangkat untuk jadi raja dan rakyat di hotel prodeo di tanah Jawa,” katanya.

Sulaiman Labai, yang berada di barisan pejuang itu, maju kedepan dan mengatakan: “ Tidak ada dendam kami terhadap pegawai dan ambtenaar bahkan terhadap Belanda pribadi, kami hanya dendam terhadap penjajah Belanda.”

Abdul Muluk Nasution, salah seorang tokoh pemberontakan rakyat Silungkang yang turut dibuang ke pulau Jawa, menulis satu lagi kisah keberanian Sulaiman Labai saat menghuni penjara Belanda di Glodok, Jakarta.

Saat itu, pada 1930, dua tahun pasca Sumpah Pemuda, seorang tokoh PNI asal Jawa Barat, namanya Tussin, mengabari Sulaiman Labai perihal peristiwa Sumpah Pemuda. Tidak hanya itu, Tussin juga mengajari Sulaiman dan kawan-kawan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”.

Pada pukul 8 malam, 28 Oktober 1930, di bawah pimpinan Sulaiman Labai, tokoh pemberontak Silungkang yang pemberani itu, Sumpah Pemuda dibacakan di dalam penjara. Lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Mereka tidak memperdulikan resiko akan dicambuk atau dilempar ke sel gelap dengan tangan dan kaki dirantai.

Pada tahun 1937, ketika Abdul Muluk dibebaskan dari penjara, Sulaiman Labai yang sudah menginjak umur 60-an tahun. Itu pun, ia masih harus menjalani sisa masa tahanan selama 15 tahun lagi.

Pada tahun 1942, ketika Jepang menguasai Indonesia, Sulaiman Labai memilih tetap di penjara. Ia menolak dibebaskan oleh Jepang. Sebab, baginya, Jepang dan Belanda sama saja: merampas kemerdekaan rakyat Indonesia.

Sulaiman Labai, pejuang rakyat Silungkang yang tak kenal surut itu, meninggal di dalam penjara pada tanggal 15 Agustus 1945, hanya dua hari menjelang Sukarno dan Hatta membacakan Proklamasi kemerdekaan negeri yang diperjuangkannya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Sistem Zonasi Pendidikan ala Salvador Allende
Next
5 Film Paling Inspiratif untuk Pendidikan
You May Also Like
Total
0
Share