Pele: Kisah Hidup Sang Legenda Sepak Bola

Pada 1950, Brazil menjadi tuan rumah Piala Dunia. Saat itu, ada harapan besar dari negeri yang dijuluki “tim Samba” itu untuk bisa merebut trofi Piala Dunia.

Sayang sekali, mimpi itu kandas di final. Dalam laga yang berlangsung di stadion Maracana itu, jogo bonito dikalahkan oleh Uruguay dengan skor tipis: 1–2.

Seantero Brazil bersedih. Seorang anak kecil, yang setiap hari bekerja sebagai tukang semir sepatu, turut merasakan dan menyaksikan langsung kesedihan itu. Dia pun berjanji akan merebut trofi Piala Dunia kelak.

Anak itu bernama lengkap: Edson Arantes do Nascimento. Nama itu terinspirasi dari nama penemu lampu pijar: Thomas Alpha Edison. Namun, sehari-hari dia dipanggil “Dico”.

Dico sangat menyukai sepak bola. Setiap hari dia bermain sepak bola di jalanan bersama kawan-kawannya. Namun, karena kemiskinan, Dico dan kawannya hanya bermain dengan kaki telanjang. Mereka dijuluki “shoeless”.

Namun, Dico sering dipanggil “Pele”, sebuah ejekan terhadap kesalahan penyebutan nama kiper klub Santos kala itu. Namanya “Bilé”, tapi Dico menyebutnya “Pilé”. Dari sinilah muncul nama ejekan: Pelé.

Awalnya, dia tak suka dipanggil Pele. Namun, setelah berhasil membawa Brazil merebut trofi Piala Dunia 1958, pemilik nomor punggung 10 lebih suka dipanggil: Pelé .

Bakat si Kaki Telanjang

Pele lahir di Três Corações, Minas Gerais, pada 23 Oktober 1940. Bapaknya, Dondinho, sebetulnya pemain sepak bola profesional di klub Fluminense. Namun, sebuah tabrakan keras membuatnya menderita cedera fatal. Karir sepak bolanya berakhir sebagai cleaning service.

Ibunya Pele, Celeste Arantes, tak mau Pele bernasib sama dengan bapaknya. Karena itu, Celeste berusaha memisahkan Pele dengan sepak bola.

Namun, Pele punya bakat sepak bola tak tertandingi. Berkat bantuan bapaknya, ia mewarisi seni bermain bola orang-orang Afro-Brazil yang disebut “Ginga”.

Pele kecil tumbuh di kota Bauru, São Paulo. Demi menopang ekonomi keluarganya, setiap hari dia bekerja sebagai tukang semir sepatu.

Suatu hari di tahun 1950-an, seorang legenda sepak bola Brazil, Waldemar de Brito, menyaksikan bakat sepak bola Pele. Waldemar membawa Pele untuk bermain di klub yunior Bauru Atlético Clube.

Pada 1955, saat Pele berusia 15 tahun, Waldemar mengajak Pele untuk bergabung dengan klub lebih besar: Santos. Saat itu, Waldemar sudah sangat yakin, Pele akan menjadi salah satu pemain terbaik dunia.

Singkat cerita, bakat Pele berhasil menyihir pelatih Santos. Dalam usia sangat muda, masih 15 tahun, Pele sudah bermain untuk klub senior Santos. Luar biasanya, pada usia 16 tahun, Pele sudah menjadi top-scorer untuk liga lokal di Sao Paulo.

Pele kecil bergabung dengan klub Santos. Kredit foto: Goal.com

Bintang Piala Dunia 1958

Pada 1957, karena bakatnya yang menjulang di Santos, Pele dipanggil tim nasional Brazil. Dan tanpa disangka-sangka, Pele masuk dalam skuad yang memperkuat Brazil di Piala Dunia 1958.

Dan keajaiban pun terjadi di Piala Dunia 1958 yang berlangsung di Swedia. Brazil, yang berada di grup-4, berhasil melajur ke babak gugur perempat final setelah mengalahkan Uni Soviet.

Pele menjadi bintang Brazil saat menyingkirkan Wales di perempat final. Saat itu, gol tunggal Pele menjadi penentu kemenangan Brazil atas Wales.

Lalu, pada Semi-Final, Pele juga menjadi bintang Brazil saat menyingkirkan Perancis dengan skor telak: 5–2. Pele mencetak hat-trick. Saat itu, usianya baru 17 tahun. Dia menjadi pemain termuda dalam sejarah yang mencetak hat-trick di ajang paling bergengsi Piala Dunia.

Di babak Final, Pele dan kawan-kawan berhadap-hadapan dengan tuan rumah Swedia. Sebelum laga, Brazil diremehkan.

Gaya sepak bola mereka, Ginga, dianggap penyebab kekahalan di Piala Dunia 1950. Ginga, yang mengandalkan skill individu, dianggap sudah ketinggalan zaman, kalah dengan teknik sepak bola Eropa yang dianggap modern: mengandalkan umpang pendek, kerjasama, dan formasi.

Namun, siapa bisa menyangka, Pele dengan sihir ginga-nya bisa menghempaskan Swedia dengan skor telak: 5–2. Dalam laga pamuncak itu, Pele mencetak brace.

Saat itu, selain Pele, Brazil diperkuat oleh bintang seperti Didi, Garrincha, Mário Zagallo, dan Vavá.

Jalan Menuju Legenda

Pasca Piala Dunia 1958, Pele menjadi rebutan klub-klub raksasa Eropa, seperti Real Madrid, Juventus, dan Manchester United. Namun, Presiden Brazil kala itu, Jânio Quadros, menetapkan Pele sebagai “kekayaan nasional” yang membuatnya tak bisa bermain di klub luar Brazil.

Di klubnya, Santos, Pele makin menggila. Ia mengantar klubnya merebut trofi Campeonato Paulista (liga setingkat Sao Paulo). Pele menjadi top-scorer dengan 58 gol. Luar biasa, kan?

Tahun 1960, Pele juga membawa klubnya merebut trofi Torneio Rio-São Paulo, sebuah kompetisi sepak bola reguler antara negara bagian Rio de Jeneiro dan Sao Paulo.

Saat piala Dunia 1962 di Chile, Pele sudah menjadi bintang yang ditunggu-tunggu. Dia menjadi bintang yang berhasil membawa Brazil ke babak gugur perempat final. Sayang, dia mengalami cedera, sehingga tak bisa bermain untuk babak gugur. Namun, Brazil berhasil merebut trofi Piala Dunia setelah menghajar Cekoslowakia di babak final.

Sementara itu, di Santos, sentuhan midas Pele terus berlanjut. Tahun 1962, Pele berhasil membawa Santos merebut trofi di ajang sepak bola paling bergengsi se Amerika latin: Copa Libertadores. Tahun berikutnya, Santos kembali merebut trofi Copa Libertadores.

Selama bermain di klub Santos, dari 1956 hingga 1974, Pele berhasil mencetak 643 gol dari 659 pertandingan. Itu berarti Pele berhasil nyaris mencetak gol di setiap pertandingan. Dia menjadi top-scorer sepanjang sejarah di klubnya.

Sayang sekali, di Piala Dunia 1966 di Inggris, Brazil harus menelan pil pahit: tersingkir di babak penyisihan grup. Pele dkk dihajar oleh Hungaria dan Portugal.

Namun, Pele membayarnya di Piala Dunia 1970 di Meksiko. Jogo Bonito berhasil melaju ke final. Di babak final, Brazil melibas Italia dengan skor telak: 4–1. Pele menyumbang gol pertama Brazil di menit ke-18.

Satu fakta yang tak bisa dibantah: Brazil tak pernah manakala memainkan bersama Pele dan Garrincha.

Politik Pele

Tak terpungkiri, sejak Piala 1958, Pele menjadi bintang dunia sekaligus pahlawan Brazil. Dia berhasil mewujudkan mimpi ratusan juta rakyat Brazil untuk merebut trofi Piala Dunia pertama kali pada 1958.

Pada saat hampir bersamaan, pada 1964, Brazil jatuh ke tangan junta militer. Sejak itu demokrasi dibungkam. Kebebasan berpendapat direpresi. Aktivis pro-demokrasi ditangkap, disiksa, dan dibunuh. Ada ratusan aktivis dibunuh, 243 orang dihilangkan, dan sekitar 50 ribu orang dipenjara.

Diktator Brazil kala itu, Jenderal Emilio Garrastazu Médici, ingin membersihkan wajah kediktatorannya di hadapan rakyatnya dan dunia internasional. Untuk itu, dia membutuhkan sebuah prestasi gemilang. Dan momentumnya adalah Piala Dunia 1970.

Banyak pihak yang menyayangkan sikap bungkam Pele terhadap situasi saat itu. Malahan, dalam banyak kasus, dia seperti dimanfaatkan oleh rezim militer. Misalnya, foto Pele dipasang dipasang di poster-poster propaganda rezim.

Usai piala dunia 1970, Pele dkk pulang membawa trofi Jules Rimet (nama trofi Piala dunia kala itu) ke Brazilia dan bertemu diktator Médici. Wajahnya tampak sumringah saat mengangkat trofi di samping sang diktator. Tak hanya mengangkat trofi bersama sang diktator, Pele dkk juga mendapat hadiah $18.500.

“Dia seperti kulit hitam yang patuh dan penurut, yang menerima segalanya dan tak melawan sedikit pun,” kata mantan teman setimnya, Paulo Cezar Caju, seperti dikutip France24.

Namun, Ademir Takara, seorang pustakawan di museum sepak bola Sao Paulo, menyebut Pele bukannya tak melawan. Ketika Pele menolak ikut serta di Piala Dunia 1974, hubungannya dengan rezim segera memburuk.

“Pele sebetulnya bukan pendukung kediktatoran,” tegasnya, seperti dikutip LeMonde.fr.

Pada 1984, Pele muncul di sampul majalah olahraga paling terkemuka di Brazil, Placar. Dia mengenakan jersey kuning bertuliskan “Diretas Ja”, yang berarti “Pemilihan Langsung”, sebuah seruan kelompok pro-demokrasi kala itu untuk menentang rezim militer.

Pada Pemilu 1989, Pele berbicara kepada koran di Sao Paulo, Folha, bahwa dirinya berkeinginan maju sebagai calon Presiden dan menyebut dirinya sebagai “sosialis”.

Kemudian hari, Pele tak jadi maju sebagai Capres, tetapi dia menerima tawaran sebagai Menteri Olahraga di bawah pemerintahan sosial-demokrat Fernando Henrique Cardoso.

Namun, terhadap berbagai kritik yang menuding Pele sangat pasif pada isu-isu yang krusial, Pele punya jawaban sendiri. “Saya lebih suka memberi contoh. Itulah cara berjuang saya,” katanya.

Dalam film dokumenter di Netflix, Pele bilang dirinya sudah terlibat banyak isu yang penting. Dia memberi contoh, pada 1969, gol ke-1000 dalam karirnya dipersembahkan untuk anak-anak kelaparan di Brazil.

Namun, terlepas dari berbagai persepsi terhadap sikap politik Pele, dia adalah sosok yang telah menyatukan Brazil. Dialah yang membuat banyak orang Brazil bangga dengan sejarah sepak bolanya.

“Pele adalah orang pertama yang membuat saya mencintai Brasil,” kata Silvio Almeida, politisi sekaligus pemikir yang ditunjuk sebagai Menteri Kebudayaan Brazil oleh Presiden Lula da Silva.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Jalan Perjuangan Politik Ali Sastroamidjojo

Jalan Perjuangan Politik Ali Sastroamidjojo

September 1927, di negeri Belanda, empat orang pemuda Indonesia ditangkap

Next
Politik Sepak Bola Soeratin

Politik Sepak Bola Soeratin

Sepak bola adalah olahraga yang sangat populer

You May Also Like
Total
0
Share