11 September 1973, lebih setengah abad lalu, militer Chile di bawah pimpinan Jenderal Augusto Pinochet melancarkan kudeta berdarah terhadap Presiden Salvador Allende.
Peristiwa itu mengakhiri kekuasaan pemerintahan Allende yang terpilih secara demokratis. Tak hanya itu, kudeta juga melahirkan seorang diktator paling keji dan korup dalam sejarah umat manusia.
Berikut 5 fakta tentang kudeta tersebut:
1
Salvador Allende, seorang dokter dan aktivis sosialis, terpilih sebagai presiden lewat pemilu pada 1970. Dia merupakan Marxis pertama yang berkuasa lewat jalan elektoral.
Sejak awal, AS tak menginginkan Allende berkuasa. Karena itu, hanya berselarang beberapa hari pasca pemilu, CIA melancarkan operasi yang disebut “Track I” untuk mencegah pelantikan Allende. Skenarionya: membujuk Kongres untuk melantik calon presiden kanan yang kalah, Jorge Alessandri, sebagai presiden.
Begitu operasi “Track I” gagal, CIA menyiapkan operasi selanjutnya disebut “Track II”. Targetnya: melakukan kudeta militer untuk mencegah Allende berkuasa. Namun, operasi ini buyar setelah pembunuhan Jenderal Schneider, panglima Angkatan Bersenjata Chile kala itu, saat perjalanan menuju kantornya.
2
Pada 1970, demi mencegah Allende berkuasa, Presiden AS Richard Nixon menyetujui anggaran sebesar USD 10 juta demi membiayai operasi penggulingan Allende.
Terkhusus untuk operasi Track II, yang targetnya menculik Jenderal Schneider, sebagai jalan untuk membubarkan Kongres dan mencegah Allende berkuasa, CIA menggelontorkan USD 50.000 untuk membeli tiga senapan mesin ringan dan satu tas gas air mata.
Setelah gagal mencegah pelantikan Allende, AS menggelontorkan dana sebesar USD 8 juta untuk membiayai aktivitas bawah tanah CIA di Chile, mulai dari kampanye disinformasi hingga membiayai pemogokan sopir demi melumpuhkan ekonomi Chile. Itu terjadi sepanjang 1972–1973.
Aktivitas pembiayan itu terus berlanjut hingga kudeta militer berhasil pada 1973.
3
Sejak dilantik pada November 1970 hingga terguling pada 1973, Allende tidak pernah menjalankan pemerintahan tanpa gangguan. Upaya destabilisasi politik dan ekonomi terus terjadi.
Media massa, yang 70 persen di antaranya dikuasai oposisi, aktif melancarkan kampanye negatif dan provokasi. Sayap kanan juga rajin menggelar aksi demonstrasi.
Selain kampanye negatif dan aksi protes, AS dan sayap kanan AS mendorong pemogokan para sopir truk. Puncaknya, pada 1973, pemogokan sopir melibatkan 250 ribu sopir truk. Tujuannya jelas: mengganggu rantai distribusi barang dan menciptakan kekacauan ekonomi.
Metode lainnya adalah jalur parlemen. Parlemen, yang dikuasai partai Kristen Demokrat, mulai merongrong pemerintahan Allende lewat serangkaian mosi tidak percaya. Mereka menuding Allende ingin menjadikan Chile layaknya Kuba.
Menariknya, meski terus dirongrong, dukungan terhadap Allende terus meningkat. Pada pemilu parlemen 1973, partai-partai pendukung Allende, terutama Sosialis dan Komunis, justru mendapat tambahan suara. Sebaliknya, perolehan suara Kristen Demokrat menurun drastis.
Situasi ini membuat sayap kanan mulai frustrasi. Mereka mulai yakin, kudeta lewat parlemen, jalanan, maupun sabotase ekonomi, tidak akan membawa hasil.
Pada 29 Juni 1973, sekelompok tentara di bawah pimpinan Letnan Kolonel Roberto Souper mengepung Istana Presiden dengan menggunakan tank. Beruntung, kudeta itu digagalkan oleh militer yang masih setia pada pemerintah. Peristiwa itu dikenang sebagai “El Tanquetazo”.
4
Pagi hari, 11 September 1973, aksi kudeta dimulai. Angkatan Laut merebut Valparaíso dan mematikan jaringan telekomunikasi.
Jam 8.00 pagi, Angkatan Darat mulai mematikan semua saluran komunikasi, baik telpon, radio, maupun televisi, di seluruh Kota Santiago. Pesawat tempur mulai meraung-raung di atas Kota Santiago dan menjatuhkan bom di titik tertentu.
Saat itu, Allende berada di Istana Kepresidenan La Moneda dan berusaha berkomunikasi dengan para pemimpin militer. Menjelang siang, pasukan pengawal Istana mulai meninggalkan Istana Kepresidenan La Moneda.
Menjelang pukul 09.00 pagi, militer sudah berhasil mengontrol sebagian besar kota di Chile, kecuali Santiago. Sejumlah petinggi militer yang loyal pada pemerintah ditangkap.
Militer mengancam akan memborbardir Istana Kepresidenan jika Presiden Allende tak meletakkan jabatan. Namun, Allende menolak meletakkan jabatan.
Menjelang siang, Pinochet mulai memerintahkan Angkatan Darat untuk menggempur Istana Kepresidenan. Tank dikerahkan. Helikopter dan pesawat tempur memborbardir dari atas.
Dalam situasi terjepit, Allende menolak takluk. Ia memilih bertempur hingga tetes darah penghabisan. Detik-detik terakhir, Allende menyampaikan pidato terakhirnya: inilah kata-kata terakhirku dan aku yakin pengorbananku tidak akan sia-sia.
Allende terbunuh dalam kudeta itu. Soal kematian Allende, ada beberapa versi. Versi pertama menyebut Allende gugur dalam pertempuran. Versi lain menyebut Allende bunuh diri menggunakan AK-47 pemberian Fidel Castro.
Tahun 2011 lalu, otopsi terhadap jenazah Allende menyimpulkan bahwa dia meninggal karena bunuh diri.
5
Yang menarik, Jenderal Pinochet menamai operasi kudetanya terhadap Allende dengan sebutan “Operasi Jakarta”.
Menurut Arief Budiman lewat buku Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan 1965–2005, ada banyak kesamaan antara kudeta terhadap Soekarno pada 1965 dan kudeta terhadap Allende pada 1973.
Ada upaya penculikan jenderal sebagai prakondisi menuju kudeta militer. Ada kampanye negatif dan destabilisasi ekonomi. Juga ada penculikan, penangkapan, dan pembunuhan massal terhadap pendukung Allende.
Data dari Valech Report menyebutkan, sepanjang kekuasaan Pinochet dari 1973 hingga 1990, ada 2.279 orang yang dieksekuti mati, 27.255 mengalami penyiksaan, dan 200 ribu orang terpaksa menjadi eksil untuk menghindari represi.