Sukarno, proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia, merupakan manusia politik yang patut dijadikan panutan.
Di usia yang masih sangat muda, 26 tahun, dia sudah mendirikan partai politik: Partai Nasional Indonesia (PNI). Selain itu, kecakapan berpidato dan keahliannya menulis membuat Sukarno dikenal sebagai tokoh paling menjulang di masanya.
Pidato-pidatonya menggerakkan banyak massa. Tulisan-tulisannya selalu menerangi jalan perjuangan dengan analisa dan strategi-taktik yang mumpuni.
Tak mengherankan, dia masuk daftar aktivis politik paling disegani, sekaligus ditakuti oleh pemerintah kolonial.
Penggila buku dan diskusi
Sukarno muda adalah penggila buku. Saat ngekos di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya, Sukarno mulai tenggelam dalam buku-buku. “Buku-buku menjadi temanku,” kata Sukarno.
Tahun 1938, saat diasingkan ke Bengkulu, Sukarno punya 12 peti koleksi buku. Hampir seluruhnya berbahasa Belanda. Mulai dari politik, seni, agama, sastra, hingga arsitektur.
Singa podium
Saat ngekos di rumah Tjokro, Sukarno memanfaatkannya untuk belajar berpidato. Dia belajar langsung pada singa podium pada masa itu, HOS Tjokroaminoto.
“Cerminku adalah Tjokroaminoto. Aku memperhatikannya menjatuhkan suaranya,” kenang Sukarno. Agar lebih mahir berpidato, Sukarno belajar berpidato di hadapan cermin.
Suka berorganisasi
Saat menjadi pelajar Hoogere Burgerschool (HBS) Surabaya, Sukarno memanfaatkan waktu luangnya untuk berorganisasi. Awalnya dia menjadi aktivis Tri Koro Dharmo, yang kelak berganti nama menjadi Jong Java.
Tak hanya berorganisasi, Sukarno yang haus gagasan juga mendirikan kelompok diskusi. Namanya: Algemeene Studieclub.
Jago menulis
Sukarno mengikuti nubuat gurunya, Tjokroaminoto: Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.
Usia belasan, Sukarno muda menggunakan nama pena “Bima” untuk menulis di koran SI, Oetoesan Hindia. Saking produktifnya, Sukarno menghasilkan 500-an tulisan untuk koran itu.
Mendirikan partai
Sukarno muda bukan tipe aktivis politik yang suka menumpang di partai orang lain untuk memperjuangkan cita-cita politiknya.
Pada 1927, saat berusia 26 tahun, Sukarno bersama kawan-kawan klub diskusinya, Algemene Studieclub, mendirikan partai sendiri: Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).