Merdika.Id

Menyajikan analisis dan liputan mendalam terhadap berbagai isu sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun internasional. Kami menggunakan sudut pandang yang kritis, jernih, dan berbasis data.

Ingin ikut berkontribusi memperkaya gagasan-gagasan kami, silahkan kirim artikel ke:

Redaksi Merdika.Id

Blueprint

A perfect balance of exhilarating flexiblity and the effortless simplicity of the Code Supply Co. WordPress themes.

The ultimate publishing experience is here.

Strategi Partai Kiri Chile Menggandeng Presenter TV

FOTO: LEONARDO RUBILAR/AGENCIAUNO

Pemilu bukan sekedar bertarung gagasan. Bukan sekedar unjuk program yang bagus. Dalam banyak kasus, pemilu juga soal popularitas. Apa gunanya program yang bagus kalau diperjuangkan oleh partai yang tidak populer.

Kira-kira kesimpulan itulah yang berkelindan dalam pikiran dua anak muda, Gabriel Boric dan Giorgio Jackson. Keduanya, pada 2017, mendirikan sebuah partai baru: Frente Amplio.

Boric dan Jackson adalah mantan aktivis mahasiswa yang tampil memimpin protes jalanan pada 2011–2013. Pada 2013, ketika Chile menggelar pemilu, mereka maju sebagai calon legislatif dan berhasil merebut kursi.

Saat itu, Nueva Mayoría, sebuah koalisi kiri dan tengah yang dipimpin oleh Michelle Bachelet, juga menang pemilu. Namun, setelah empat tahun berkuasa, pemerintahan Nueva Mayoría gagal mengakhiri warisan Pinochet.

Jadi, pada 2017, Boric dan Jackson sepakat mendirikan partai alternatif. Mereka membuat partai yang inklusif, yang bisa menampung semua unsur progresif. Mereka terinspirasi oleh pengalaman Frente Amplio di Uruguay dan Podemos di Spanyol.

Kebetulan, pada tahun itu juga, ada pemilu. Frente Amplio hendak berpartisipasi. Namun, sebagai partai baru yang umurnya belum 10 bulan saat itu, Frente Amplio belum begitu dikenal.

Boric dan Jackson mungkin terkenal sebagai aktivis mahasiswa. Tapi mereka hanya populer di kalangan mahasiswa dan kelas menengah. Itu pun hanya di kota-kota besar. Luas Chile hanya 5 kali pulau Jawa, tetapi geografinya memanjang sejauh 4300 km (Sabang sampai Merauke berjarak 5.245 kilometer).

Singkat cerita, Frente Amplio belum begitu populer. Mereka juga tak punya daya tarik elektoral. Tentu saja, agar bisa bersaing di Pemilu, mereka butuh tokoh populer. Frente Amplio butuh seseorang yang wajahnya familiar di televisi.

Mereka pun mendekati seorang presenter TV berpikiran maju, Beatriz Sánchez. Sepanjang hidupnya, Sánchez berkarir di jalan jurnalisme, terutama radio dan televisi.

Sánchez adalah pembawa acara yang populer. Acaranya kerap membahas isu-isu politik yang populer, seperti korupsi, ketidaksetaraan gender, dan demokrasi. Terakhir, dia bekerja di stasiun televisi swasta, La Red. Pada 2014, dia meraih penghargaan Best television journalist dari Adolfo Ibáñez University.

Singkat cerita, Sánchez menerima lamaran politik dari Frente Amplio. Dia segera mengundurkan diri dari pekerjaannya di Radio La Clave. Dan hanya dalam hitungan bulan, dia mempersiapkan diri sebagai calon Presiden Chile.

Namun, menariknya, penunjukan Capres dari Frente Amplio tidak ujuk-ujuk. Ada proses yang disebut primaries, yaitu pemilihan kandidat di internal partai untuk diajukan sebagai capres resmi di Pemilu. Dalam primeries itu, Sánchez menang telak atas pesaingnya, Alberto Mayol, seorang akademisi progresif, dengan perolehan suara mencapai 68 persen. Dia pun melaju sebagai capres Frente Amplio untuk Pilpres Chile 2017.

Platform politik Frente Amplio dan Sánchez disebut “El Programa de Muchos”, atau Program untuk Orang Banyak, disusun lewat konsultasi kerakyatan. Lebih dari 500 pertemuan dan dihadiri oleh 16.700 orang.

Program itu berbicara soal pajak untuk kaum super-kaya, menggeser ekonomi Chile dari ekstraktivisme ke ekonomi berbasis industri, pendidikan publik yang gratis dan berkualitas, dekriminalisasi aborsi, perbaikan hak-hak buruh, dan pembentukan Majelis Konstituante untuk konstitusi baru.

Akhirnya, pada Pemilu November 2017, Frente Amplio berhasil membuat gempa politik. Sánchez menempati urutan ketiga dengan perolehan suara 20.27 persen. Dia hanya selisih 0,25 persen suara dengan peraih suara terbanyak kedua.

Meskipun hanya menempati posisi ke-3, tetapi capaian itu sangat luar biasa. Dalam rentang tak sampai setahun, Frente Amplio menjadi kekuatan politik terbesar ketiga di Chile dengan 20 kursi di parlemen.

Setahun lebih setelah Pemilu itu, Chile diguncang oleh demonstrasi berskala besar. Demonstrasi besar itu berlangsung selama 2 tahun: 2019 dan 2020. Itu juga yang membuat rezim kanan yang berkuasa, Sebastian Pinera, mengalami delegitimasi.

Pada November 2020, setelah arus besar yang menuntut konstitusi baru, rezim Pinera setuju menggelar referendum. Hasilnya: 75 persen rakyat Chile menghendaki konstitusi baru.

Frente Amplio segera merespon momentum itu dengan mendirikan sebuah aliansi politik yang lebih luas, namanya Apruebo Dignidad. Koalisi baru ini menggabungkan Frente Amplio, Partai Komunis, partai hijau, dan partai kesetaraan.

Hasilnya luar biasa. Apruebo Dignidad berhasil menjadi kekuatan politik terbesar kedua di Chile dengan merebut 28 kursi majelis konstituante.

Puncaknya, pada pemilu 2021, Apruebo Dignidad berhasil mengantarkan Gabriel Boric sebagai Presiden termuda dalam sejarah Chile. Dia masih berusia 35 tahun saat terpilih sebagai Presiden Chile.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Walikota Perempuan Pertama di Indonesia

Walikota Perempuan Pertama di Indonesia

Empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada 27 Desember 1949,

Next
Sitor Situmorang, Sang Panglima Kabudayaan Marhaen

Sitor Situmorang, Sang Panglima Kabudayaan Marhaen

Pada 1947, seorang anak muda yang bekerja di harian Waspada di kota Medan

You May Also Like
Total
0
Share