Tahun 1938, ketika dunia diambang Perang Dunia ke-II, Piala Dunia dihelat di Prancis. Dari 36 negara yang ikut kualifikasi, 16 negara yang dinyatakan lolos ke Prancis. Namun, di tengah jalan, Austria tidak jadi ikut serta karena tiba-tiba diinvasi oleh Nazi Jerman.
Akhirnya, kompetisi sepak bola paling akbar di dunia ini hanya melibatkan 15 negara. Salah satunya, peserta dari negara jajahan yang datang dari timur: Hindia Belanda. Dalam sejarah, Timnas Hindia Belanda merupakan negara Asia pertama yang menuliskan namanya dalam daftar peserta Piala Dunia.
Tiket ke Prancis 1938 adalah jatah satu tiket dari Grup 12 (zona Asia). Seharusnya jatah itu milik Jepang. Namun, Negeri Matahari Terbit itu mengundurkan diri pada saat laga kualifisikasi.
Di Hindia Belanda sendiri kala itu sedang demam sepak bola. Ada dua federasi sepak bola yang lahir. Yang pertama, Persatuan Sepak Bola Hindia Belanda atau Nederlandcshe Indische Voetbal Unie (NIVU). Sedangkan yang kedua adalah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
NIVU adalah federasi sepak bola yang diakui secara resmi oleh pemerintah Hindia Belanda. Dengan begitu, NIVU juga yang diakui oleh FIFA. Sementara PSSI merupakan federasi yang lahir dari semangat kaum pergerakan untuk menghimpun talenta sepak bola bumiputera sekaligus sebagai sarana perjuangan.

Berdiri sejak 1930, PSSI menjadi federasi sepak bola yang menaungi bumiputera. Awalnya, PSSI hanya punya tujuh klub anggota. Namun, pada 1937, jumlah anggotanya sudah mencapai 19 klub. Mereka lebih berkembang dari NIVU. Namun, karena NIVU yang diakui FIFA, maka PSSI pun harus menepi.
Saat itu Timnas Hindia Belanda dipimpin oleh tiga orang Belanda: F Van Bommel (pemimpin umum), RE Weiss (pemimpin tim), dan JC Mastenbroek (pemimpin teknis sekaligus pelatih). Mereka yang membentuk tim, menyeleksi pemain, sekaligus menunjuk kapten tim.
Timnas Hindia Belanda diperkuat oleh orang Jawa, Maluku, Tionghoa, dan Indo-Belanda. Mayoritas pelajar. Dari bumiputra ada Achmad Nawir (HBS Surabaya), Isaac Pattiwael (VV Jong Ambon), dan Anwar Sutan (VIOS Batavia).
Kapten Timnas Hindia Belanda adalah Achmad Nawir. Dia mahasiswa Sekolah Kedokteran Hindia-Belanda (NIAS) di Surabaya. Sekarang, kampus itu menjadi Universitas Airlangga (Unair). Saat itu, NIAS punya klub sepak bola.

Nawir sosok yang unik. Badannya pendek dan berkacamata. Namun, jangan salah, di lapangan hijau, dia merupakan inverted full-back yang andal. Namanya sering menjadi sorotan media-media lokal Surabaya karena permainannya yang mencolok.
Pada 1932, Nawir direkrut oleh Soerabajase Voetbal Bond (SVB). Bersama pemain gado-gado, SVB merupakan tim yang cukup diperhitungkan di kompetisi NIVU 1935. Penampilan Nawir bersama HBS maupun SBV membuatnya dilirik oleh NIVU.
Akhirnya, setelah melalui rangkaian laga uji coba, Timnas Hindia Belanda (NIVU) bertolak ke Prancis. Mereka berangkat pada 27 April 1938 melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Tim itu menumpangi kapal Baluran.
“Suasana Tanjung Priok penuh sesak karena kehadiran ratusan orang untuk memberi sambutan kepada tim yang akan tampil di Piala Dunia 1938,” tulis laporan Soerabajasch Handelsblad edisi 28 April 1938.
Di tengah perjalanan, Timnas Hindia Belanda sempat singgah Pelabuhan Belawan Medan. Saat di Medan, mereka menjalani laga uji coba melawan Oost Sumatera Voetbal Bond (OSVB). Laga yang berlangsung 2 Mei 1938 itu dimenangi Hindia Belanda, 4-2.
Mereka juga sempat singgah di Kolombo, Sri Lanka. Sebulan perjalanan di laut, tepatnya 27 April 1938, mereka tiba di Pelabuhan Genoa, Italia. Setelah itu, mereka naik kereta api menuju Belanda. Mereka tiba di Den Haag pada 18 Mei 1938. Semua biaya akomodasi ditanggung federasi induk: Persatuan Sepak Bola Belanda (KNVB).
Sempat menjalani beberapa latihan dan uji coba di Belanda, Timnas Hindia Belanda melanjutkan perjalanan ke Prancis. Mereka langsung menuju Kota Reims, lokasi yang menjadi tempat laga antara Timnas Hindia Belanda versus Hungaria. Mereka tiba sehari sebelum pertandingan.
Pada hari-H, 5 Juni 1938, di Stadion Vélodrome Municipal, Kota Reims, disaksikan 9.000 penonton, Timnas Hindia Belanda meladeni Hungaria. Sayang, permainan tak berimbang itu berakhir dengan skor 6-0 untuk kemenangan Hungaria.

CJ Goorhoff, wartawan Belanda yang meliput langsung laga di Stadion Rheims saat itu, menyebut Timnas Hindia Belanda kurang percaya diri pada babak pertama. Mereka tidak bisa mengembangkan permainan. Akhirnya, pada babak pertama, mereka sudah tertinggal 0-4 dari Hungaria.
Pada babak kedua, Timnas Hindia Belanda mulai percaya diri. Berani membawa bola, permainan mereka cukup berkembang, sehingga agak menyulitkan Timnas Hungaria.
Saat itu, karena menggunakan sistem gugur, perjalanan Timnas Hindia Belanda langsung tumpas di laga pertama. Hungaria sendiri melaju ke final setelah melibas Swiss dan Swedia. Namun, di final mereka dihentikan oleh Italia dengan skor 4-2.
Saat itu, karena sebagian pemainnya memiliki postur tubuh pendek dan kecil, Timnas Hindia Belanda dijuluki “Tim Kurcaci”. Namun, meski posturnya pendek, kelihaian mereka membawa bola menuai pujian.
“Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran Prancis, L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.
Usai laga itu, Timnas Hindia Belanda balik kandang. Masing-masing pemain kembali ke klub asalnya. Tak lama kemudian, Jepang datang, dan berakhirlah kiprah klub-klub Belanda di bawah NIVU itu.