Jangan pernah meremehkan kekuatan kata-kata. Meski merebak dari tempat yang dianggap penuh jelaga, kata-kata bisa menjelma menjadi kekuatan penggerak derap perjuangan.
Tak percaya? Simak saja cerita di balik poster Boeng, Ajo Boeng yang dilukis Affandi pada 1945. Siapa sangka kalimat boeng, ajo boeng (bung, ayo bung) yang legendaris itu, ternyata diambil penyair Chairil Anwar dari selorohan para pekerja seks di kawasan Senen, Jakarta.
Di masa revolusi kemerdekaan, panggilan bung memang kerap disematkan kepada kaum progresif. Di dada mereka berdegup kencang cita-cita untuk menggulung imperialisme-kolonialisme serta kapitalisme dari negeri ini.
Kala itu, panggilan bung menjalar ke mana-mana. Termasuk menyelusup hingga kompleks lokalisasi. Biasanya, saat melihat lelaki melintas, secara spontan para pekerja di sana akan melontarkan kalimat ajakan: boeng, mari boeng.
Dirunut dari kisahnya, lukisan poster itu dipesan Presiden Sukarno kepada pelukis Sudjojono. Saat itu, Bung Karno meminta dibuatkan poster untuk mendukung gelora perjuangan yang digerakkan oleh pemuda. Ia mengusulkan agar dimunculkan belenggu rantai terputus dari pergelangan tangan seorang pemuda.
Soedjojono lalu meminta bantuan Affandi untuk menggarap poster tersebut. Agar terlihat hidup, pelukis Dullah didaulat menjadi model. Dullah―yang kelak menjadi kurator seni rupa Istana―memerankan pemuda yang tampak menggenggam tongkat berbendera Merah Putih.
Singkat kata, singkat cerita lukisan kelar dibuat. Tapi Affandi, Sudjojono dan kawan-kawan masih kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk dilekatkan di poster. Seperti slogan perjuangan, mereka mengangankan kalimat singkat, padat namun terasa heroik.
Saat meriung berdiskusi, muncul Chairil Anwar. Seketika Sudjojono berseru:
+Ril, sekarang bagianmu. Dikasih teks apa poster ini?
Mengamati sejenak, Chairil yang teringat kata-kata hits di Senen, menjawab enteng:
-Boeng, ajo boeng.
Klop. Mereka mengangguk serempak, setuju 100 persen. Tanpa berdebat lagi, kata-kata yang menyembul dari lokalisasi itu lantas dituliskan melengkapi lukisan Affandi.
Sukarno senang poster tuntas dibuat. Atas perintahnya, poster Boeng, Ajo Boeng dicetak dan digandakan berlipat-lipat. Mengiringi perjuangan bangsa, poster itu ditempel menghiasi ruang-ruang publik.
Melintasi zaman, poster ini masih tetap kuat mengobarkan api semangat.