BHR Ngenes Pengemudi Ojol

Pidato Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan pemerintah mendorong penuh pemberian bonus hari raya (BHR) kepada pengemudi ojek online (ojol) serta kurir, sempat memantik harapan mereka yang selama ini menggantungkan nafkah hidupnya di perusahaan platform.

Namun, asa itu langsung menguap begitu mereka tahu BHR yang digembar-gemborkan ternyata cuma Rp 50 ribu. Jangankan untuk membeli sekaleng biskuit dan sebotol sirup, untuk mengisi bensin harian saja uang itu langsung amblas. Ngenes.

Atas minimnya pemberian BHR itu, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) pun mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk menindak tegas platform yang membayar BHR ojol, taksol, dan kurir sebesar Rp 50 ribu, dengan alasan tidak mampu secara finansial.

Menurut Ketua SPAI, Lily Pujiati, alasan itu seperti dibuat-buat. Apalagi pengemudi ojol, taksol dan kurir telah berkontribusi banyak selama 10 tahun terakhir bagi platform.

“Dan, yang lebih memprihatinkan lagi adalah apa yang dialami seorang pengemudi ojol dengan pendapatan setahun sebesar Rp 162 juta tapi belum mendapatkan bonus hari raya,” ujar Lily melalui keterangan tertulis, Minggu (30/3).

Selain itu, ungkap Lily, masih banyak pengemudi yang belum mendapatkan BHR, seperti pengemudi dari platform Lalamove, Maxim, Shopee Food, Borzo, Gojek, Grab dan lainnya. Bahkan pengemudi yang telah bekerja selama bertahun-tahun dan berkinerja baik, juga belum mendapatkan BHR yang telah lama dinantikan itu.

Padahal dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 1001 Tahun 2022 telah diatur bahwa potongan platform sebesar 5 persen dialokasikan untuk kesejahteraan pengemudi. Dengan demikian, lanjut Lily, dalih ketiadaan finansial adalah alasan yang dibuat-buat. Terasa jelas, perusahaan tidak menghargai kerja pengemudi yang selama ini telah berkontribusi pada keuntungan platform.

“Kami juga menolak skema insentif saat Lebaran yang dipromosikan oleh platform. Ini sangat tidak manusiawi karena pengemudi harus bekerja menjalankan orderan di hari pertama dan kedua Lebaran,” tandasnya.

Masih menurut Lily, seharusnya pengemudi mendapatkan hari libur untuk merayakan Hari Raya Idulfitri dan mendapatkan bayaran (upah) dari platform.

Lily mengungkapkan, kesewenang-wenangan yang dilakukan platform seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food, Lalamove, InDrive, Deliveree, Borzo dan lainnya, disebabkan karena mereka tidak mengakui para pengemudinya sebagai pekerja.

“Platform tersebut sejak awal berdiri tidak patuh pada Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia,” sebut dia.

Padahal, terbukti terdapat hubungan kerja antara platform dengan pengemudi yang mencakup unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Gerakan Kaum Ibu Tolak UU TNI

Gerakan Kaum Ibu Tolak UU TNI

Tergabung dalam Suara Ibu Indonesia, ratusan ibu-ibu tersebut menggelar aksi di

Next
Berlebaran di Masa Revolusi Kemerdekaan

Berlebaran di Masa Revolusi Kemerdekaan

Namun, bagaimana rakyat Indonesia berlebaran di masa-masa revolusi kemerdekaan?

You May Also Like
Total
0
Share