Belajar dari Chavez dan Strategi Elektoralnya

Perkembangan kapitalisme yang tidak merata di Amerika Latin menyebabkan keunikan konstruksi sosial dan gerakan dalam mendorong perubahan.

Di negara yang relatif terindustrialisasi, seperti Brasil, Argentina, Meksiko, dan Chile, gerakan buruh menjadi kekuatan penting (bersama mahasiswa) dalam mobilisasi maupun gerakan politik yang mendorong perubahan sosial.

Di negara yang kurang terindustrialisasi, kelompok sosial non-buruh justru tampil mengambil peran: petani dan masyarakat adat (Bolivia, Ekuador dan Peru), miskin kota (Venezuela), dan mahasiswa (Chile).

Venezuela, yang memulai revolusi Bolivariannya sejak 1999, punya kisah yang unik. Dengan dukungan kaum miskin perkotaan yang kuat, Chavez yang berlatar tentara memimpin sebuah revolusi yang menjadi pembuka “pasang merah” di Amerika latin.

Latar ekonomi-politik

Sejak penemuan minyak pada 1920, ekonomi Venezuela bergerak cepat dengan bertumpu pada ekspor minyak mentah.

Sejak 1960-an, 90 persen ekonomi Venezuela disumbang oleh minyak. Negeri ini mulai mengidap penyakit yang disebut “penyakit Belanda” (Dutch Disease). Ekonomi ditopang minyak, sementara sektor lain terbengkalai.

Berkah minyak tak hanya membuat ekonomi berjalan pincang, tetapi juga turut memobilisasi warga desa ke kota. Tak heran, hampir 90 persen rakyat Venezuela tinggal di kota. Akibatnya, pertanian terbengkalai. Industri pengolahan pun terbangun ala kadarnya.

Ketika orang termobilisasi ke kota, lapangan kerja dari sektor industri tak begitu banyak. Yang terjadi, kota-kota Venezuela menjadi kantong-kantong kaum miskin kota (urban poor) yang melimpah-ruah.

Gerakan buruh

Sejak 1936, Venezuela punya serikat buruh besar, namanya Confederación de Trabajadores de Venezuela (CTV). Awalnya serikat ini aktif memperjuangkan hak-hak buruh, dan pernah terlibat dalam perjuangan anti-kediktatoran 1948-1958.

Sejak 1958, CTV makin berorientasi politik dan menjadi sayap tidak resmi partai politik sosdem, Acción Democrática (AD).

Sejak 1958, ada kesepakatan Punto Fijo atau Punto Fijo Pact, yang mengatur kesepakatan antara partai-partai utama: AD, COPEI, dan URD untuk berbagi kekuasaan dan mencegah tentara kembali ke politik. CTV menjadi bagian dari kesepakatan ini.

Tahun 1971, ada gerakan kiri baru pecahan dari Partai Komunis Venezuela (PCV) yang berdiri, namanya La Causa Radical (Causa R). Saat itu PCV mengambil strategi perjuangan bersenjata, sementara Causa R fokus pada aksi massa dengan mengorganisasi buruh.

Tahun 1980-an, ketika terjadi radikalisasi menentang kebijakan neoliberal, terutama penghapusan subsidi BBM dan privatisasi, CTV justru tidak terlibat. Protes anti-neoliberal digerakkan oleh kaum miskin kota. Sementara CTV, yang lengket dengan AD (partai berkuasa), menjadi pendukung privatisasi.

Ketika Chavez muncul dengan Pergerakan untuk Republik Kelima (MVR), CTV berposisi berseberangan. Hingga Chavez terpilih sebagai presiden, CTV menjadi oposisi paling keras. Mereka bergandengan dengan Asosiasi Pengusaha (Fedecamaras) untuk menggulingkan Chavez, lewat aksi massa dan pemogokan minyak (2001-2002).

Buruh pendukung revolusi Bolivarian lalu mendirikan serikat buruh baru: Fuerza Bolivariana de Trabajadores (FBT) pada 2000 dan Unión Nacional de Trabajadores de Venezuela (UNT) pada 2003.

Strategi politik Chavez

Chavez, yang terpapar ide-ide kiri sejak di Akademi Militer, mendirikan Pergerakan Revolusioner Bolivarian 200 (MBR-200) pada 1982. Organisasi ini bergerak klandestein untuk mengorganisasikan tentara progresif.

Pada 1989, protes kenaikan BBM berubah menjadi pemberontakan rakyat, yang dimotori oleh kaum miskin kota. Ini protes anti-neoliberal pertama di Venezuela dan kejadian ini sangat mempengaruhi Chavez.

Pada 4 Februari 1992, Chavez melancarkan kudeta militer, dengan sedikit sekali dukungan dari kiri (La Causa R). Kudeta yang melibatkan 6.000 tentara itu nyaris merebut Istana Kepresidenan, tetapi berujung gagal. Chavez kemudian ditangkap dan dipenjara.

Chavez di dalam penjara pasca kudeta yang gagal pada 4 Februari 1992. Kredit foto: Reuters

Pada 1994, Chavez keluar dari penjara. Ia langsung menyiapkan gerakan politiknya.

Pada 1994, ketika Chavez keluar dari penjara, krisis neoliberalisme sudah sangat akut: angka kemiskinan lebih dari 50 persen. Puluhan bank kolaps dan mendapat dana talangan dari pemerintah (mirip BLBI di Indonesia).

Pada 1995, Chavez mulai berkeliling ke seluruh Venezuela untuk memperkenalkan idenya yang awalnya diremehkan kanan maupun kiri: Majelis Konstituante sekarang juga!

Pada 1997, setelah berkeliling Venezuela, Chavez mengorganisasikan parpol baru: Pergerakan untuk Republik Kelima (MVR).

Chavez memberi keterangan pers usai upaya kudeta yang gagal. Kredit foto: El Universal

Strategi elektoral Chavez

Pertama, mengusung gagasan: Majelis Konstituante.

Ide dasarnya adalah mendorong partisipasi rakyat dalam menyusun konstitusi yang sesuai kebutuhan rakyat (sebelumnya konstitusi ditulis oleh Kongres). Oposisi mencemooh ide ini: rakyat tidak makan undang-undang.

Ide ini memancing diskusi di tengah-tengah rakyat. Aktivis MBR-200 kemudian memfasilitasi diskusi ini dengan membentuk dewan-dewan atau lingkaran komunitas.

Kedua, berkeliling ke seantero Venezuela. Untuk menghidupkan panggung politik sekaligus membunyikan “Majelis Konstituante”, Chavez berkeliling Venezuela (1994-1995). Ide yang sama pernah dilalukan oleh Salvador Allende pada 1950-an.

Kampanye keliling ini berhasil menyeret tokoh, organisasi, maupun komite-komite politik lokal yang selama ini terabaikan. Kampanye ini juga memungkinkan Chavez berbicara dengan rakyat lintas daerah dan identitas. Ini juga membuat Chavez mulai populer tanpa media arus utama.

Ketiga, meminta restu dari rakyat. Seperti yang pernah dilakukan Allende, Chavez juga mengadakan jajak pendapat terhadap 100 ribu orang selama dua tahun (1996-1997). Pertanyaannya sederhana: apakah rakyat mendukung pencalonan Chavez. Hasilnya: 70 persen mengatakan ya.

Dengan restu ini, Chavez mendapat dukungan moral dan mandat tak tertulis. Jadi, meskipun saat itu tidak begitu disukai oleh sayap kiri, tetapi ia berhasil mendapat dukungan rakyat.

Keempat, platform politik yang terbuka. Sejak awal, Chavez tidak mengidentifikasi diri dengan ideologi tertentu. Chavez lebih mengedepankan isu yang bisa berterima luas: (1) mengakhiri puntofijismo, (2), memberantas korupsi, dan (3) memerangi kemiskinan.

MVR sendiri lebih cocok disebut sebagai “payung politik” ketimbang partai, karena keanggotaannya berasal dari beragam spektrum ideologi. Mulai dari aktivis kiri, bekas tentara, profesional, akademisi, dan lain-lain.

Kelima, Chavez dan koalisi politiknya mengusung politik anti-oligarki secara konsisten. Chavez menggunakan strategi politik populisme dengan menciptakan garis batas (political frontier) antara rakyat (El pueblo) versus segelintir elit yang korup (La Élite).

Ia membuat narasi tentang Venezuela yang baru, Republik Kelima, sebagai antitesa dari republik yang sudah dibajak oleh oligarki korup dan pendukung neoliberalisme.

Presiden ke-empat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan presiden Venezuela, Hugo Chavez ketika bertemu dalam KTT OPEC pada Oktober 2000 di Caracas, Venezuela. Kredit: Reuters

Keenam, menciptakan Komite Bolivarian di seantero negeri. Untuk menggerakkan rakyat membicarakan Majelis Konstituante dan agenda politik Chavez, MBR-200 membentuk Komite-komite Bolivarian.

Selain membawa ide Majelis Konstituante ke tengah rakyat lewat forum-forum diskusi, Komite ini juga berfungsi sebagai alat advokasi persoalan rakyat, menjangkau jejaring warga yang terkecil (gereja, perkumpulan ibu-ibu, perkumpulan hobi, dan lain-lain).

Strategi politik elektoral Chavez itu mumpuni. Sebagai pendatang baru dalam politik, yang kerap dicap underdog, Chavez membuat gempa politik saat pemilu Venezuela 1998.

Dalam pemilu itu, Chavez menang besar satu putaran dengan perolehan suara 56,20 persen. Ia mengalahkan kandidat yang diusung oleh partai dua partai paling berkuasa dan tertua di Venezuela, COPEI dan Acción Democrática (AD).

Saat itu, neoliberalisme masih berjaya di Amerika Latin, dan kemenangan Chavez bukan hanya membawa pijar baru pasang merah di Amerika Latin tetapi juga sekaligus mengubur agenda neoliberalisme.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Politik Kiri Eric Cantona

Politik Kiri Eric Cantona

Jika mau tahu cara menghadapi fasis yang brengsek, belajarlah pada Eric Cantona

Next
Ini 5 Diktator Paling Korup di Dunia

Ini 5 Diktator Paling Korup di Dunia

Kediktatoran tak hanya merusak demokrasi

You May Also Like
Total
0
Share