Anak-anak yang lahir pada 2020 akan akan berusia 80 tahun pada 2100 nanti. Beberapa dari kita mungkin udah enggak sampai pada saat itu. Jadi cuma bisa ngebayangin gimana masa depan yang bakal dihadapi generasi Alpha kalau krisis iklim makin parah.
Cuaca ekstrem, naiknya air laut, gelombang panas, dan kekeringan itu baru permulaan. Semua itu bakal makin buruk kalau pemerintah enggak cepat mengambil langkah untuk mengurangi emisi, menjaga alam, dan mendorong penggunaan energi terbarukan.
Masalah ini muncul karena sistem ekonomi dunia yang lebih mikirin kepentingan segelintir orang kaya dibanding kesehatan orang banyak dan alam yang jadi sumber hidup kita. Sistem ini tidak adil. Yang paling kena dampak pertama dan paling parah, justru yang paling sedikit menyumbang penyebabnya: orang-orang kaya dan pemilik bisnis besar.
Untungnya, sekarang banyak anak muda yang mulai peduli dan berani ngomong lantang soal perubahan iklim. Ada nama seperti Greta Thunberg di Swedia, Licypriya Kangujam dari India, dan Aeshnina Azzahra Aqilani dari Indonesia. Mereka adalah contoh anak muda berani mendorong perubahan besar untuk mengatasi perubahan iklim. Mereka buktiin kalau kita, sebagai milenial atau gen Z, juga bisa angkat suara dan berjuang buat masa depan yang lebih baik.
Gimana caranya gen Z bisa ikut gerakan ini dan membuat perubahan nyata? Ini beberapa cara yang bisa kamu lakukan:
- Terlibat aksi protes damai
Ada banyak gerakan anak muda, terutama di negara-negara yang paling terdampak, yang ngadain aksi lokal dan global mendesakkan adanya langkah nyata untuk mengatasi perubahan iklim. Contohnya, Greta Thunberg yang saat umur 15 tahun mulai mengajak sesama anak sekolah untuk mogok dan duduk di depan parlemen Swedia tiap hari Jumat. Gerakannya jadi aksi global dengan tagar #FridaysForFuture. Kamu bisa ikut demo atau aksi online yang ada di kotamu. Klik di tautan ini.
- Tanda tangani petisi dan share di medsos
Buat kamu yang punya akses internet, kita hidup di dunia yang super terkoneksi. Tiap hari, ada banyak platform yang bisa dipake buat ngebawa kesadaran soal isu-isu penting dan mendorong perubahan.
Tanda tangan petisi, ikutan hari aksi iklim, kirim pesan ke pengambil keputusan, dan share di media sosial pake hashtag khusus biar suaramu didengar.
- Jaga ruang hijau
Di Nairobi, Kenya, ada pohon ara umur 100 tahun yang hampir ditebang buat jalan tol.
Protes online dengan tagar #SawsOffOurTrees bikin pemerintah ngeh, dan akhirnya pohon itu dijadiin simbol nasional pelestarian lingkungan. Kamu bisa ikut melindungi ruang hijau dan ngomong soal pentingnya alam.
Seperti kata Dr. Wangari Maathai, pemenang Nobel, “Kita punya kewajiban buat diri sendiri dan generasi selanjutnya buat jaga lingkungan biar bisa ninggalin dunia yang layak dan bermanfaat buat semua.”
- Gunakan bakatmu
Kalau kamu suka seni, gunakan itu buat nge-raise awareness. Banyak seniman yang selama bertahun-tahun memakai bakat mereka buat protes dan aksi damai. Bikin gambar, lagu, atau karya lainnya yang nunjukin pandanganmu tentang lingkungan. Share karya itu ke dunia biar makin banyak orang yang sadar dan bersemangat buat bertindak.
- Terus belajar
Topik perubahan iklim emang kadang rumit, banyak istilah yang bikin pusing. Tapi jangan mundur! Cari tahu lebih banyak, belajar terus, dan makin ngerti isu-isu keadilan iklim. Buku A Bigger Picture dari Vanessa Nakate bisa jadi awal yang bagus buat belajar.
- Sesekali pergunakan jalur hukum
Dari anak-anak sekolah di Kenya sampai oma-opa di Swiss, banyak yang pakai jalur hukum buat menuntut keadilan iklim dan minta pertanggungjawaban dari perusahaan pencemar. Di Norwegia, ada enam aktivis gen Z dan milenial yang ngebawa masalah pengeboran minyak di Arktik ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa. Pesannya jelas: “Kita akan ketemu di pengadilan.”
- Ceritakan pengalamanmu
Enggak ada kata terlalu muda atau tua buat share pengalamanmu. Cerita dan dengerin cerita orang lain itu cara kuat buat nyambung, ngasih inspirasi, dan bikin perubahan. Apa kamu pernah ngalamin dampak krisis iklim? Apa yang bikin kamu tetap semangat berjuang? Share cerita kamu di media sosial atau tulislah untuk sebuah buku.
Diterjemahkan oleh Frieska Ayu Maharani dari Green Peace.