Kita masih bisa menyelamatkan planet ini. Kita masih bisa menyelamatkan masa depan kita.
Kalimat itu diucapkan oleh Jennie, salah satu member dari girlband terkeren di jagat ini, Blackpink. Pada akhir Oktober 2021, Blackpink menyampaikan pesan yang kuat lewat video pendek menjelang acara COP26 alias Conference of Parties ke-26 di Glasgow, Skotlandia,
Sebulan sebelumnya, di Sidang Majelis Umum PBB ke-76, BTS juga menggaungkan pesan yang sama. “Perubahan iklim merupakan diskusi yang berat, tetapi ketika mempersiapkan diri untuk hadir di sini, saya mempelajari bahwa ada begitu banyak anak muda yang memiliki minat pada isu-isu lingkungan hidup dan memilihnya sebagai bidang studi,” kata Kim Nam-joon aka RM, salah satu anggota BTS.
Sebagai kekuatan baru dalam industri musik global, K-POP tentu punya pengaruh dan daya jangkau yang kuat. Di Youtube, akun resmi Blackpink punya 94,9 juta pengikut. Sementara akun resmi BTS punya 79,1 juta pengikut. Sementara jumlah mereka yang terpapar oleh “gelombang Korea”, atau sering disebut “Hallyu”, mencapai 225 juta dan tersebar 119 negara.
Namun, kesadaran akan bahaya perubahan iklim sudah menjangkiti penggemar KPOP jauh sebelum idol mereka bersuara. Pada Maret 2021, dua anak muda, Nurul Sarifah dari Indonesia dan Dayeon Lee dari Korea Selatan, memprakarsai berdirinya gerakan yang dinamai Kpop4Planet.
Aksi mereka langsung menembak sasaran. Di Indonesia, pada Maret 2023, pendukung K-Pop yang tergabung dalam Kpop4Planet menggalang petisi berjudul “Hyundai Drop Coal”. Petisi mereka, yang diteken puluhan ribu tanda-tangan, berhasil memaksa Hyundai menghentikan kerjasama dengan salah satu grup bisnis ekstraktif terbesar di Indonesia: Adaro Energy Indonesia.
Adaro adalah salah satu pemain bisnis ekstraktif terbesar di Indonesia. Perusahaan ini dimiliki oleh Garibaldi Thohir aka Boy Thohir, kakak kandung dari Menteri BUMN Erick Thohir. Hyundai, yang terkenal dengan kampanye ramah lingkungannya, berniat membeli aluminium dari Adaro. Dan untuk itu, mereka berencana membangun PLTU di Kalimantan Utara.
Selain berhasil menghentikan kerjasama Hyundai dan Adaro, Kpop4Planet juga aktif menggalang kampanye untuk memaksa industri K-pop lebih ramah lingkungan. Di bawah kampanye bertajuk “Tidak Ada K-Pop di Bumi Yang Mati”, industri K-pop untuk menciptakan industri K-pop yang lebih berkelanjutan.
Demi meraup untung besar, agensi K-Pop memproduksi dan menjual album plastik dalam jumlah yang semakin banyak. Menurut Gaon Music Chart, lebih dari 57 juta album K-pop terjual pada 2021, meningkat 37 persen dari tahun sebelumnya. Sayangnya, tak sedikit album yang tak bisa didaur ulang. Lewat kampanye “Plastic Albums Sins”, penggemar K-Pop memaksa agensi untuk lebih ramah lingkungan.
Sebelumnya, pada November 2020, penggemar K-Pop di media sosial juga berjasa besar melambungkan kampanye medsos untuk menghentikan aksi anak perusahaan Korea Selatan, Korindo Group, yang melakukan pembakaran hutan di Papua untuk bisnis sawit. Mereka berhasil membuat tagar tagar #SaveHutanPapua dan #SavePapuaForest trending di Twitter. Walhasil, Jakarta dan dunia bisa sedikit menoleh untuk peduli pada nasib hutan dan masyarakat adat di Papua.
Namun, kiprah positif penggemar K-Pop tak hanya berjejak dalam menyelamatkan bumi dari krisis perubahan iklim, tetapi merentang pada berbagai isu.
Di Amerika Serikat, penggemar K-Pop berjasa besar dalam membesarkan gerakan anti-rasisme Black Lives Matter (BLM) dan melawan kebrutalan polisi setelah insiden kematian pria kulit hitam George Floyd. Mereka juga menggalang dana untuk memperbesar energi perlawanan BLM. Keren, geus!
Jangan lupa, fans K-Pop juga berkontribusi dalam melompongkan ruang kampanye si fasis Donald Trump di Tulsa, Oklahoma, pada Juni 2020. Saat itu, fans K-Pop dan penggemar Tiktok beramai-ramai membeli tiket gratis kampanye Trump, tetapi tak menghadirinya. Hahaha..
Di Chile, negeri yang kaya dengan perjuangan demokrasinya, fans K-Pop punya andil dalam protes menentang rezim neoliberal. Mereka juga menjadi energi kampanye Calon Presiden kiri, Gabriel Boric, saat Pemilu Chile 2021. Dan hasilnya, Gabriel Boric, mantan aktivis mahasiswa yang baru berusia 35 tahun, terpilih sebagai Presiden.
Di Indonesia, jejak aktivisme politik digital penggemar K-Pop juga banyak, mulai dari mendukung gerakan #ReformasiDikorupsi pada 2019 hingga gerakan #PeringatanDarurat pada Oktober 2024 lalu.
Di Thailand, fans K-Pop juga punya jejak dalam mendukung perjuangan membela demokrasi dari dominasi monarki dan militer. Mereka juga turut melambungkan pamor politik partai kaum muda yang progresif, Future Forward Party (dan penerusnya, Move Forward Party), dalam pemilu Thailand.
Luar biasa, kan?
Tentu saja, aktivisme politik progresif dan ekologis dari penggemar K-Pop memberi kita nyala untuk melihat terang masa depan. Sebab, mereka yang didominasi oleh gen Y, Z, dan Alpha, ternyata punya perhatian besar untuk masa depan yang lebih baik.