Omon-omon Pengelolaan Tambang dalam UU Minerba

Tok! Tak memakan waktu lama, DPR RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna, 18 Februari 2025 lalu.

Pengesahan UU Minerba oleh DPR RI ini membuka peluang bagi koperasi, UMKM, hingga organisasi keagamaan untuk mengelola tambang. Dalam ketentuan ini, meski kampus urung mendapatkan konsesi tambang, namun manfaat pengelolaannya dapat diberikan ke kampus di dekat wilayah eksplorasi tambang.

Yang harus mendapatkan catatan kritis adalah apakah keterlibatan mereka sudah sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Dalam pasal ini ditekankan pentingnya penguasaan dan penggunaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam bingkai ekonomi nasional berbasis kekeluargaan dan gotong-royong.

Nyatanya, keterlibatan lembaga keagamaan, juga koperasi dalam UU Minerba terkesan hanya sebagai upaya mendapatkan legitimasi atas pengelolaan tambang dari kelompok kritis. Keterlibatan mereka sekadar formalitas sebagai pihak yang bisa turut menikmati “kue” kekayaan alam nasional.

Data 2021 menunjukan cadangan batubara Indonesia saat ini mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi batubara sebesar 600 juta ton per tahun, maka cadangan batubara akan habis dalam 65 tahun. Terlebih luas wilayah pengerukan SDA yang sudah diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia sudah mencapai 9,1 juta hektare yang terdiri atas pertambangan mineral dan batu bara.

Pada 2024, devisa negara dari subsektor mineral dan batubara (minerba) mencapai Rp 140,5 triliun. Jumlah ini menyumbang 52,1 persen dari total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Revisi UU Minerba tidak mengubah esensi dari pengelolaan tambang, ia hanya mempersilakan ormas-ormas dan koperasi ikut bancakan dalam piring kekayaan alam. Revisi ini justru akan mempercepat akselerasi eksploitasi SDA yang semakin merusak lingkungan.

Pun demikian, keterlibatan lembaga keagamaan dalam urusan pengelolaan ekspoitasi tambang juga tidak sesuai dengan khitah keduanya sebagai lembaga penjaga moral dan etika dalam pembangunan manusia dan kemanusiaan.

Selain itu, perlu diingat bahwa fokus pembangunan yang hanya mengeruk sumber daya alam (SDA) dapat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Oleh karena itu, pengelolaan tambang harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Dibutuhkan UU Perekonomian Nasional

Pengelolaan tambang yang sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 harus selektif dan fokus memprioritaskan kemakmuran rakyat dan kelestarian lingkungan. Untuk itu, diperlukan Undang-Undang Perekonomian Nasional yang dapat memastikan amanat Pasal 33 dapat diterapkan dalam setiap kegiatan ekonomi nasional. Selama ini cabang-cabang ekonomi berjalan dan tumbuh liar tak berakar langsung pada Pasal 33.

Pengelolaan ekonomi yang berbasis gotong-royong dan koperasi yang melibatkan masyarakat luas, terutama masyarakat adat lokal jadi sangat penting. Koperasi harus direbranding sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Selain itu rebranding koperasi penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, termasuk mengembalikan marwah koperasi ke khitah yang sebenarnya.

Dengan demikian koperasi dapat menjadi salah satu pilar utama perekonomian Indonesia dan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan kemakmuran rakyat dan kelestarian lingkungan.

Tentu saja pengesahan UU Minerba ini harus dilihat secara objektif dan disandingkan dengan berbagai kebijakan ekonomi Presiden Prabowo lainnya. Tujuan mulia untuk memakmurkan rakyat Indonesia yang sering “diomon-omonkan” presiden harus diuji dalam penyusunan, produk serta implementasi kebijakan. Dalam 100 hari saja kita sudah melihat berbagai kegaduhan akibat kebijakan negara yang tidak memihak rakyat.

Maka, kebijakan efisiensi anggaran, pembentukan Danantara, keharusan DHE tambang disimpan di dalam negeri, pengesahan UU Minerba, hilirisasi dan lainnya perlu diawasi. Jangan sampai semua itu hanya menjadi alat untuk memperkuat pondasi kekuasaan oligarkis berbalut populisme dan kemakmuran rakyat. Apalagi indikasinya sudah terasa kuat. Awas!

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
SPAI: Sistem Kemitraan Berdampak Buruk bagi Iklim Investasi RI

SPAI: Sistem Kemitraan Berdampak Buruk bagi Iklim Investasi RI

SPAI menyatakan pengawalan atas kebijakan populis ini penting dilakukan agar

Next
Kisah 1MDB Malaysia: Dari Mimpi Besar Jadi Skandal Keuangan Terbesar

Kisah 1MDB Malaysia: Dari Mimpi Besar Jadi Skandal Keuangan Terbesar

Tapi alih-alih membawa Malaysia ke puncak, 1MDB malah menjadi skandal finansial

You May Also Like
Total
0
Share