Menanti Prabowo Memutus Rantai Kuasa Jokowi

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata sandera berarti orang yang ditawan untuk dijadikan jaminan (tanggungan). Kosa kata sandera, meyandera dan tersandera seringkali disematkan pada situasi atau keadaaan di mana seseorang atau sekelompok orang ditahan atau dijadikan jaminan oleh pihak lain (penyandera), guna memenuhi permintaan atau tuntutan yang diinginkan oleh si penyandera.

Kondisi ini merupakan bentuk relasi yang tidak seimbang, antagonistik, serta suatu situasi yang menggambarkan adanya ketimpangan relasi antara dua orang atau dua kelompok atau lebih, di mana pihak yang disandera atau tersandera telah kehilangan kebebasannya akibat dirampas oleh pihak penyandera.

Di sisi lain, pihak penyandera adalah pihak yang posisinya ada di atas atau mendominasi sampai tuntutannya dipenuhi oleh si tersandera. Orang yang disandera (tersandera) kehilangan independensi atau kebebasan untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan dirinya. Untuk bisa mendapatkan kembali kebebasan dan independensinya, tergantung pada sejauh mana tuntutan si penyandera dipenuhi oleh tersandera.

Situasi tersandera ini, mungkin tepat disematkan pada Presiden Prabowo Subianto, yang bukan hanya tersandera oleh kasus masa lalu namun juga oleh loyalis oligarki Joko Widodo (Jokowi). Publik tahu belaka, berkat Jokowi sebagai mesin utama penopang kemenangan pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (anak sulung Jokowi) berhasil menang satu putaran.

Terlepas dari proses pemilu 2024―yang oleh banyak pengamat dinilai bukan hanya sebagai pemilu paling curang namun juga masuk katagori brutal―pasangan Prabowo-Gibran telah ditetapkan sebagai pemenang dengan mendapatkan 50 persen lebih suara. Tak sekadar memobilisasi aparat negara, Jokowi yang memanfaatkan kewenangannya sebagai presiden aktif pada masa itu, salah satunya menggunakan alokasi anggaran bansos, berhasil mengantarkan Prabowo-Gibran untuk memenangkan pilpres 2024 dalam satu putaran. Setelah tiga kali mengikuti kontestasi pilpres―berpasangan dengan Megawati pada 2009 dan dua kali berhadapan dengan Jokowi pada 2014 dan 2019―akhirnya Prabowo berhasil menjadi pemenang. Konsistensi dan militansi Prabowo menemukan momentumnya di pilres 2024.

Dalam konteks itulah, kemenangan pada pilpres 2024, menurut penulis bukanlah kemenangan politik yang utuh dan bulat. Namun kemenangan politik yang harus terbagi dan terdistribusi pada pihak-pihak lain yang mewakili kepentingan koalisi gemuk. Sebuah kemenangan politik bersyarat yang termanifestasikan dalam proses penyusunan Kabinet Merah Putih ala Prabowo.

Untuk menghentikan suara-suara sumbang dan kritis akibat kasus penculikan aktivis, terutama aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjelang reformasi 1998, Prabowo harus menunjuk dan menempatkan para bekas aktivis partai itu untuk masuk ke dalam jajaran kabinet atau badan yang setara dengan kementerian. Tentu Prabowo berharap bisa dianggap sudah menyelesaikan kasus masa lalu, pemimpin yang telah melakukan rekonsisliasi terhadap musuh-musuh politiknya atau telah berdamai dengan sejarah kelam masa lalu sehingga tidak perlu diungkit-ungkit lagi.

Sementara untuk menjalankan politik pembangunan ke depan, Prabowo harus berbagi dengan para loyalis Jokowi. Sebuah kekuasaan yang tersandera, kekuasaan yang tidak menemukan kebebasan atau kemandirian dalam menjalankan serta merealisasikan ide-ide serta gagasan-gagasan untuk membawa Indonesia menjadi Macan Asia.

Dengan jalan menggemukkan kabinet yang terdiri dari 48 kementerian, 56 wakil menteri, dan
lima kepala badan, sehingga total ada 109 pembantu Prabowo. Sebagai presiden dia memimpin “pasukan” tergemuk sejak reformasi. Belum sebulan berkuasa, Prabowo harus menghadap Jokowi beberapa kali―yang notabene saat ini telah menjadi warga biasa―untuk menyamakan persepsi dan tindakan. Sebuah konsultasi politik yang tidak perlu dilakukan oleh seorang pemimpin tertinggi sebuah negara, jika dirinya ingin menunjukkan bahwa pemerintahan yang digawanginya benar-benar memiliki agenda dan cara sendiri untuk mensejahterakan rakyat.

Bagaimana rakyat akan percaya Prabowo mampu membawa Indonesia keluar dari dominasi dan hegemoni asing, sementara di dalam negeri ia belum sanggup melepaskan pemerintahannya di bawah bayang-bayang kekuasaan Jokowi. Jika diibaratkan, perahu kekuasaan Prabowo sedang mendayung di antara dua karang, menghadapi kekuasaan asing serta melawan bayang-bayang kekuasaan Jokowi.

Warisan kerusakan ekonomi-politik

Secara statistik, saat ini Indonesia sedang dihadapkan pada ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, jika dibandingkan dengan dekade awal 2000-an. Sebuah warisan yang tidak enak untuk dinikmati. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Sementara menurut World Inequality Report 2022 yang dirilis World Inequality Lab―sebuah lembaga yang diinisiasi Paris School of Economic dan Universitas Berkeley―mencatat ketimpangan ekonomi di Indonesia cenderung meningkat dalam dua dekade terakhir sehingga menempatkan Indonesia dalam jajaran empat besar negara tertimpang di dunia.

Pada 2000, satu persen kelompok kaya di Indonesia menguasai 25,8 persen perekonomian dan tumbuh membesar menjadi 30,2 persen pada 2021. Sementara 10 persen kelompok kaya lainnya menguasai 58,7 persen perekonomian di 2000 dan semakin membesar menjadi 61 persen pada 2020. Sedangkan 50 persen kelompok terbawah atau mayoritas masyarakat miskin harus memperebutkan 4,8 persen kue ekonomi nasional di 2000 dan semakin meyempit atau menurun menjadi tinggal 4,5 persen di tahun 2020. Sungguh sebuah struktur ekonomi yang sangat timpang. Tentu tanpa ada perubahan dan perombakan struktur ekonomi nasional, sulit bagi Indonesia untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Di tengah ketimpangan ekonomi dan semakin membesarnya gap antara kaum kaya dan miskin, rata-rata kontribusi industri manufaktur hanya 39,12 persen sejak awal pemerintahan Jokowi di 2014 hingga 2020. Ini jauh lebih rendah jika dibandingkan masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang masing-masing 43,94 persen dan 41,64 persen. Menurut data yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hingga akhir Juni 2024, terdapat 32.064 pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), naik 21,4 persen dari periode yang sama di 2023, sebanyak 26.400 orang.

Guncangan terhadap industri manufaktur nasional juga terlihat dengan runtuhnya Sritex yang selama ini menjadi simbol kekuatan industri manufaktur Orde Baru. Melemahnya sektor industri manufaktur dalam negeri turut berdampak pada menurunnya jumlah kelas menengah. Mereka yang selama ini dijadikan sebagai salah satu sektor andalan untuk menopang geliat ekonomi domestik melalui konsumsi rumah tangga mulai mengalami kerontokan, dari 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari jumlah penduduk pada 2019 menjadi 47,85 juta orang atau turun menjadi 17,13 persen dari jumlah penduduk pada 2024. Lebih dari 9 juta orang yang selama ini diklasifikasikan sebagai kelompok kelas menengah terjebak menjadi kelompok masyarakat miskin. Ancaman ketimpangan ekonomi, menurunnya kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB serta semakin membesarnya jumlah hutang luar negeri menjadi ancaman bagi liabilitas fiskal APBN. Tanpa adanya terobosan kebijakan serta keberanian Prabowo memutus mata rantai sandera kekuasaan Jokowi, maka gaung Macan Asia hanya akan menjadi slogan semata.

Satu-satunya jalan untuk mensejahterakan rakyat atau menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR) hanyalah dengan memperbesar persentase kue pembangunan bagi 50 persen kelompok rakyat miskin.

Tanpa adanya visi dan misi yang lebih progresif untuk mendistribusikan kue pembangunan bagi 50 persen lebih rakyat miskin, maka Prabowo hanya menjadi pelanjut kebijakan neoliberal ugal-ugalan ala Jokowi. Sebuah kebijakan yang menghadirkan dan menyuguhkan sekelompok orang yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Memotong dan melepas ketergantungan dari bayang-bayang Jokowi merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menunjukkan kesejatian program-program Prabowo.

Tanpa itu semua, kekuasaan Prabowo hanyalah kekuasaan yang disetir dan didikte oleh Jokowi. Auman sebagai Macan Asia yang akan membangkitkan ketakutan dan kewaspadaan pihak-pihak asing tak akan pernah terdengar, malahan yang terdengar adalah meongan kucing Anggora seperti yang dikatakan Budiman Sudjatmiko. Atau, seorang jenderal kardus seperti yang pernah dikatakan Andi Arief beberapa waktu lalu.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Resmikan Posko Jaga Suara, Cornelia Agatha: Jaga Suara untuk Menangkan Pram-Doel

Resmikan Posko Jaga Suara, Cornelia Agatha: Jaga Suara untuk Menangkan Pram-Doel

Relawan Jaga Suara dan Kawan 98 meresmikan posko Jaga Suara untuk memastikan

Next
Sengkarut Persoalan Penyederhanaan Parpol

Sengkarut Persoalan Penyederhanaan Parpol

Tahun 1998, setelah tumbangnya rezim Orde Baru, terbitlah sistem multipartai

You May Also Like
Total
0
Share