Di Serbia, Runtuhnya Atap Stasiun Picu Revolusi Sosial

Pada 1 November 2024, kanopi beton di stasiun kereta api di Novi Sad, kota terbesar kedua di Serbia, tiba-tiba runtuh. Ada 17 orang yang tertimpa: 15 orang meninggal dan dua terluka parah.

Kejadian itu membuat marah warga Serbia. Pasalnya, stasiun itu baru saja selesai direnovasi pada pertengahan 2024 lalu oleh konsorsium perusahaan Tiongkok, yaitu China Railway International Co., Ltd (CRIC) dan China Communications Construction Company, Ltd (CCCC).

Runtuhnya kanopi itu menjadi titik picu untuk membongkar masalah yang lebih besar. Publik tak hanya mempertanyakan kompetensi pemerintah dalam merawat dan mengawasi infrastruktur publik, tetapi merembet ke isu korupsi.

Serbia memang masih bertungkus-lumus dengan persoalan korupsi. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Serbia hanya 36 dan masuk peringkat 104 di dunia. Di Eropa, Serbia termasuk negara terkorup, sejajar dengan Rusia, Ukraina, dan Belarusia.

Protes berskala besar

Awalnya, sekelompok warga dan kerabat korban menggelar doa bersama untuk mengenang korban.

Namun, aksi kecil dan damai itu sekelebat menjelma menjadi protes sosial berskala besar. Dimotori oleh mahasiswa dan kaum cendekia, protes ini menyeret banyak orang. Mereka mulai menuntut investigasi yang independen dan transparan atas kasus tersebut.

Di Novi Sad, aksi protes itu berpusat di kantor walikota. Namun, alih-alih memahami kemarahan warga dan mendengarkan tuntutan mereka, pemerintah justru mengerahkan aparat keamanan untuk membubarkan aksi protes dengan gas air mata dan melakukan penangkapan.

Ketika protes mulai membesar, pada November 2024, Menteri Konstruksi, Transportasi dan Infrastruktur Serbia, Goran Vesić, menggelar konferensi pers. Dia mengaku bertanggung atas kejadian di Novi Sad itu dan bersedia mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, ia menolak dinyatakan bersalah atas kelalaian yang menyebabkan 15 nyawa melayang.

Pengunduran diri Vesić tak berhasil meredam amarah publik. Apalagi, pada 21 November 2024, Vladimir Đukanović, seorang pengacara sekaligus pimpinan Partai Progresif Serbia (SNS), membuat cuitan yang mendemonisasi mahasiswa dan publik. Ia menuding gerakan mahasiswa sebagai anarko-teroris dan komunis palsu yang ingin merusak Serbia.

Pada 22 November 2024, mahasiswa dan dosen Fakultas Seni Drama (FDU) di Beograd menggelar aksi blokir jalan dan meminta waktu 15 menit kepada semua pengendara untuk mengheningkan cipta. Aksi tersebut untuk mengenang 15 korban runtuhnya kanopi stasiun sembari menagih tanggung jawab pemerintah.

Rupanya, aksi protes ini disabotase dan diserang orang-orang yang diidentifikasi sebagai anggota dan pengurus Partai Progresif Serbia (SNS). Untuk diketahui, SNS adalah partai nasionalis yang berkuasa di Serbia sejak 2012. Presiden Serbia saat ini, Aleksandar Vučić, adalah pimpinan partai itu.

Sebagai reaksi atas penyerangan itu, mahasiswa FDU melakukan aksi penghentian perkuliahan di Fakultas Seni Drama. Tak menunggu lama, hampir semua kampus di Beograd dan kota-kota lain menggelar aksi serupa.

Aksi blokade jalan dan mengheningkan cipta selama 15 menit ditiru oleh mahasiswa di berbagai kampus dan kota. Selain itu, hampir 100 fakultas seantero Serbia bergabung dalam aksi mogok perkuliahan.

Foto dari udara demonstrasi anti-korupsi, yang dimotori oleh mahasiswa dan kelas menengah, di Serbia. Mereka memprotes praktek korupsi yang menjadi pemicu kecelakaan fatal runtuhnya kanopi stasiun kereta api di Novi Sad pada 1 November 2024. Tragedi itu menewaskan 15 orang dan melukai 2 orang lainnya. Kredit: TADIJA ANASTASIJEVIC / AFP

Menjelang Natal, aksi protes semakin membesar, menyeret petani, pekerja medis, dan kelompok profesional lainnya. Pada 22 Desember 2024, lebih dari 100 ribu orang berkumpul di lapangan Slavija, Beograd.

Konsekuensi protes

Protes yang dimotori oleh kaum muda Serbia itu tak juga surut meskipun sudah memasuki tahun baru. Sejak November 2024 hingga Februari 2025, setidaknya ada 660 aksi massa yang mengguncang seluruh Serbia.

Dampak aksi protes ini benar-benar membuat rezim berkuasa di Serbia kalang kabut. Pada awal-awal aksi protes, Menteri Konstruksi, Transportasi dan Infrastruktur Serbia, Goran Vesić, terpaksa mengundurkan diri.

Pada Desember 2024, ada 13 orang diseret ke pengadilan karena dianggap bertanggung jawab atas kejadian itu, termasuk mantan Menteri Konstruksi, Transportasi dan Infrastruktur Serbia, Goran Vesić.

Kemudian, pada 28 Januari 2025, giliran Perdana Menteri Serbia Miloš Vučević yang mengundurkan diri. Di hari yang sama, Walikota Novi Sad, Milan Đurić, juga terpaksa meletakkan jabatannya.

Meskipun pejabat tinggi sudah berguguran satu per satu, tetapi belum ada tanda-tanda protes akan surut. Bahkan, pada 1 Februari 2025, bertepatan dengan peringatan tiga bulan runtuhnya kanopi di stasiun Novi Sad, protes berskala besar kembali meletup di hampir semua kota seantero Serbia. Mereka sempat memblokir tiga jembatan yang melintas di atas sungai Danube.

Masa depan protes

Protes di Serbia telah bergeser dari kemarahan atas kelalaian pemerintah mengurus infrastruktur publik menjadi perlawanan terhadap model kapitalisme kroni dengan Presiden Aleksandar Vučić.

Aleksandar Vučić, seorang nasionalis yang mendaku penerus Josip Broz Tito, bapak pendiri Yugoslavia, membangun kekuasaan ala kapitalisme kroni. Hampir semua jabatan politik hingga proyek-proyek kementerian/BUMN diserahkan kepada orang-orang berdasarkan kedekatan politik.

Banyak jabatan politik diisi oleh orang-orang tidak kompeten, hanya karena satu gerbong politik. Praktik nepotisme juga sangat lazim, sehingga menutup ruang berkembang bagi anak-anak muda yang kompeten.

Meski begitu, Vučić tidak akan gampang goyah. Setidaknya, sejak ia berkuasa pada 2017, ia sudah berhadap-hadapan dengan empat protes berskala besar. Dan, hampir semua protes itu meredup setelah empat bulan.

Aksi protes masih terus berlangsung. Setidaknya kini sudah menjalar di 200 kota di Serbia. Lebih dari 60 persen warga Serbia mendukung aksi protes yang digelar oleh mahasiswa.

Hanya, di Serbia, kekuatan oposisi sangat lemah. Tidak ada partai oposisi yang kuat dan dihormati. Sementara gerakan mahasiswa, yang telah membuktikan kekuatannya di jalanan, tidak punya alat politik elektoral. Ini salah satu tantangannya.

Btw, kisah Serbia harusnya jadi pelajaran dan inspirasi bagi rakyat Indonesia. Tragedi Stadion Kanjuruhan pada 2022 menewaskan 135 orang dan melukai 583 orang, tetapi belum ada pejabat hingga petinggi aparat yang diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman atas kasus tersebut.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Pertumbuhan Ekonomi Bisa Membawa Sengsara, Apa Sebabnya?

Pertumbuhan Ekonomi Bisa Membawa Sengsara, Apa Sebabnya?

Menariknya, tolok ukur dari pertumbuhan ekonomi itu adalah Produk Domestik Bruto

Next
DeepSeek: Revolusi AI dan Dunia yang Berganti Rupa
You May Also Like
Total
0
Share