Dalam jajaran pejuang kemerdekaan, nama AK Gani tak begitu berkibar. Namun, kiprahnya dalam perjuangan kemerdekaan cukup besar dan merentang sejak 1920-an.
Adnan Kapau Gani, nama lengkapnya, adalah tokoh penting dalam pergerakan nasional pada 1930-an. Tak hanya dikenal sebagai aktivis, tetapi juga tokoh militer, dokter, dan aktor film.
Pergerakan kaum muda
AK Gani lahir di Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 16 September 1905. Ia adalah anak dari seorang guru biasa.
AK Gani memulai pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar di kota kelahiran Bung Hatta, Bukittinggi. Ia kemudian pindah ke Palembang, mengikuti ayahnya.
Tamat dari ELS, Gani melanjutkan sekolah di Stovia di Batavia. Namun, pada 1927, sekolah kedokteran ini ditutup. Akhirnya, Gani pindah ke Algemene Middelbare School (AMS). Begitu tamat, ia lanjut ke Sekolah Tinggi Kedokteran atau Geneeskundige Hoogeschool (GHS) di Batavia.
Di kota ini, AK Ganie bersentuhan dengan pergerakan. Ia menjadi anggota Jong Sumatranen Bond. Karena aktivisme itu, ia punya kesempatan untuk berpartisipasi dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 1928.
Usai Kongres Pemuda, ia makin dalam tercebur dalam pergerakan nasional. Ia menjadi bagian gerakan kaum muda yang lahir pada 1930: Indonesia Muda.
Tak lama kemudian, kesadaran politiknya menggiringnya bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), partai nasionalis kiri penerus PNI. Bersama Partindo, ide-ide politik Gani semakin matang.
Pada 1936, Partindo juga dibubarkan. Para aktivis nasionalis kiri, termasuk Gani, akhirnya mendirikan alat politik baru: Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Organisasi ini lebih menyerupai sebuah partai front dengan platform perjuangan anti-kolonialisme dan anti-fasisme.
Pada 1938, melalui kongres, Gani ditunjuk sebagai Ketua Umum Gerindo. Amir Sjarifuddin, anak Medan yang sehaluan dengan Gani, ditunjuk sebagai wakil ketua. Sejak itu nama AK Gani mulai menjulang dalam pergerakan nasional.
Pada 1939, seiring dengan pembacaan potensi agresi militer Jepang ke tanah Hindia, kaum pergerakan membangun front anti-fasis. Namanya: Gabungan Aksi Politik Indonesia (GAPI). AK Gani menjadi salah satu tokoh pendirinya.
Pada 1942, Jepang berhasil merangsek masuk Hindia. Banyak aktivis anti-fasis yang tertangkap. Salah satunya adalah AK Gani, dia tertangkap pada 1939. Ia baru bebas setahun kemudian berkat campur tangan Sukarno.
Memimpin revolusi di Sumatera
Saat proklamasi kemerdekaan, Gani sedang di Sumatera Selatan. Dia yang menjadi orang pertama yang membacakan teks proklamasi kemerdekaan sekaligus mengibarkan bendera Merah Putih pada 25 Agustus 1945. Ia menjadi perpanjangan tangan pemerintah RI di Palembang.
Untuk melemahkan pengaruh militer Jepang, Gani pandai bersiasat. Ia melarang penduduk menjual hasil bumi atau bahan makanan ke wilayah konsentrasi militer Jepang. Tanpa pasokan makanan, Jepang terpaksa mau bernegosiasi dan mengakui pemerintah RI di Sumatera.
Gani lalu membentuk Oesaha Perdamaian Rakjat Daerah Palembang (OPRDP) untuk mengambil alih jawatan pemerintah. Namun, itu bukan perkara mudah. Di Sumatera bagian selatan, ada banyak laskar-laskar pemuda yang bergerak sendiri. Termasuk laskar-laskar yang menguasai ladang-ladang minyak.
Lagi-lagi, dengan keahlian bersiasat, Gani mendekati laskar-laskar itu agar mau tunduk pada OPRDP. Caranya, ia membolehkan laskar menikmati keuntungan dari ladang minyak, asalkan mau memasok kebutuhan dan logistik bagi pemerintahan sipil dan masyarakat. Cara itu terbukti efektif.
Setelah bergerak di Sumatera, terutama laskar-laskar dan organisasi politik yang ada di sana, Gani dipanggil ke Jakarta. Pada Oktober 1946, dia ditunjuk sebagai Menteri Kemakmuran pada Kabinet Sjahrir.
Pada kabinet kiri Amir Syarifuddin, Gani dipercaya sebagai Menteri Perhubungan. Lalu, pada 1947 hingga 1948, ia ditunjuk sebagai wakil perdana menteri di kabinet Amir Sjarifuddin. Sayang, kabinet Amir harus meletakkan kekuasaan pada permulaan 1948 karena krisis dan intrik politik di dalam negeri.
Raja penyelundup
Selain kiprahnya yang menjulang dalam pergerakan politik di masa 1920-an hingga awal-awal berdirinya republik, Gani sangat terkenal dalam aksinya menyelundupkan barang keluar dan masuk RI.
Saat itu RI mengalami blokade ekonomi dari Belanda. Atas inisiatif Gani, hasil bumi diselundupkan ke Singapura. Selain dijual, kadang barang itu ditukar dengan amunisi, pakaian, dan obat-obatan.
“Gani menyelundupkan 9 kg emas dan 300 kg perak dari Sumatera sebagai pembayaran 20.000 seragam tentara. Gani menyelundupkan karet, ada 8.000 ton sekali jalan,” kata Sukarno.
Gara-gara aksinya itu, Belanda menyebut AK Ganie sebagai “raja penyelundup”. Namun, bagi Sukarno, aksi Gani justru membantu menyelamatkan ekonomi RI yang masih terseok-seok.
Politisi bermain film
Pada 1941, AK Gani pernah membuat geger jagat pergerakan politik. Ia tiba-tiba menjadi aktor dalam film berjudul “Asmara Murni”.
Dalam film yang tayang pada 29 April 1941 itu, Gani berperan sebagai dr. Pardi. Sementara lawan mainnya, Ratu Juriah, berperan sebagai Tatik.
Meski sukses besar, namun film itu membuat heboh lantaran Gani dikenal sebagai aktivis politik. Gerindo dianggap kalah dalam pemilihan Dewan Rakyat karena aksi Gani bermain film.
Kembali ke Sumatera
Pada 1948, Gani ditugasi oleh Kabinet Hatta ke Sumatera untuk menjajaki kerjasama dengan AS dalam kerangka mempertahankan Republik Indonesia.
Namun sampai di Sumatera tugas itu berubah. Agresi Militer II meletus pada akhir Desember 1948. Belanda berhasil menduduki Tebing Tinggi, Muara Beliti, Jambi, Tanjung Karang, Lubuk Linggau, dan Curup.
Akhirnya, ia mengambilalih jabatan gubernur militer wilayah Sumatera untuk mengoordinasikan sisa-sisa kekuatan revolusi agar bisa menghalau Belanda.
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir 1949, Gani tetap di Sumatera. Ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan demi mengisi revolusi. Pada 1954, ia diangkat sebagai rektor Universitas Sriwijaya di Palembang.
Ia juga membuka praktik dokter di Palembang. Ia banyak melayani pasien miskin dengan tanpa biaya. Semuanya demi memperdalam revolusi.
Pada 23 Desember 1968, tepat hari ini 51 tahun lalu, dokter pejuang yang perlente itu meninggal di usia 63 karena sakit.