Pelukis kawakan Yos Suprapto mestinya resmi menggelar pameran tunggal bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Desember 2024, malam.
Namun, pameran itu urung dibuka lantaran pengelola Galeri Nasional mengunci rapat Gedung A, tempat di mana puluhan karya Yos mestinya bakal dihadirkan untuk publik.
Lampu di depan gedung utama pameran itu terlihat padam. Hanya terdapat cahaya redup dari pantulan lampu yang dipasang di sekitar taman. Padahal, banyak yang telah datang hendak menyaksikan pembukaan pameran tersebut.
Dibuka budayawan Eros Djarot, suasana aula di belakang Gedung A, terasa muram. Dalam pidatonya, Eros menyemangati Yos agar tak surut langkah. Ia pun menyayangkan tafsir kurator Suwarno Wisetrotomo yang menilai beberapa lukisan Yos menggambarkan opini pribadi tentang praktik kekuasaan. Lukisan itu, disebut kurator, terdengar seperti makian
semata, terlalu vulgar. Tak sejalan dengan tema pameran.
“Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” ujar Eros Djarot.
Di atas panggung berlatar visual pamerannya, Yos juga sempat berpidato. Dia bahkan sempat mengajak anak, cucu, adiknya Eddy Suprapto, keluarga besar, serta jurnalis senior Bambang Bujono untuk berfoto bersama.
Hingga, ketika Yos akhirnya berjalan menuju Gedung A, ia mendapati kenyataan getir tadi. Pintu gedung dikunci rapat. Lampunya padam.
Sebelum Eros dan Yos berpidato, mereka sempat memasuki ruangan pameran. Puluhan lukisan Yos tampak dipasang di sana. Dia juga menghadirkan seni instalasi. Saya mengikuti keduanya menyusuri gedung pameran itu.
Kepada Eros, Yos menjelaskan tentang proses kreatifnya menyiapkan pameran tersebut. Ia juga menerangkan seni instalasinya yang terbuat dari gumpalan-gumpalan tanah. Di hadapan kami, Yos sempat menancapkan lampu di atas tanah limbah tersebut. Byaaar. Lampu itu menyala terang.
Yos menyebut terdapat lima karyanya yang harus dilepas dari ajang pameran tersebut. Tapi, kurator Suwarno menyebut hanya ada dua karya Yos yang tidak disetujuinya untuk dipajang dalam pameran.
Jelas, Yos ogah menurutinya. Lantaran tidak ada kesepahaman, Suwarno memilih mundur sebagai kurator pameran.
Menurut Yos, ketimbang harus melepas karya seninya, lebih baik ia membatalkan pameran secara keseluruhan serta membawa pulang semua lukisannya ke Yogyakarta.
Di dalam gedung, saya sempat berfoto di depan lima lukisan Yos Suprapto. Lukisan itu, di antaranya bergambarkan sosok Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi.
Pada lukisan berjudul 2019, Jokowi digambarkan Yos tengah menggelandang banteng berwarna merah. Di depannya terlihat bangunan besar mirip Istana. Sementara, pada lukisan berjudul Air Mata, Jokowi terlihat dipeluk erat seorang nenek yang berurai air mata. Ada pula lukisan berjudul Abrakadabra, Makan Malam, serta Niscaya.
Tentu banyak yang kecewa pameran Yos batal dibuka. Saya juga khawatir apakah “pembredelan” semacam ini akan kembali sering mewarnai perjalanan negeri ini?