Mengenang Franky Sahilatua, Musisi Kerakyatan Indonesia

Pada 20 April 2011 lalu, dunia musik Indonesia kehilangan salah satu musisi terbaiknya: Franky Sahilatua. Dia bukan saja sempat menjadi maestro di masanya, tetapi lagu-lagunya juga kerap menjadi penyambung lidah bagi mereka yang terpinggirkan.

Musisi ini lahir dengan nama lengkap: Franky Hubert Sahilatua. Ia lahir Surabaya, Jawa Timur pada 16 Agustus 1953. Kedua orangtua Franky berasal dari Ambon dan menetap di Surabaya. Tidak hanya Franky, kedua saudaranya Johnny dan Jane juga bernyanyi.

Bersama adiknya, Jean Mauren Sahilatua, Franky pernah bernyanyi bersama dengan nama Franky & Jane, pada 1972-1977. Menyukai duet maut Bob Dylan dan Joan Baez, Franky & Jane juga mengambil genre musik folk.

Jalan karier Franky & Jane mulai menanjak naik setelah dipercaya untuk mengisi soundtrack film. Tawaran ini dari dari penulis novel, Teguh Esha, yang juga menulis cerita dari Ali Topan Anak Jalanan.

Duet Franky & Jane melahirkan beberapa album yang tenar di masa muda kakek dan nenek kita: Langit Hitam (1988), Lelaki dan Rembulan (1991), dan Biarkan Hujan (1991). Dari album tersebut melahirkan lagu yang terkenal seperti Perjalanan dan Kepada Angin. Setelah melahirkan banyak album akhirnya Franky & Jane vakum. Jane sibuk mengurus keluarga, sementara Franky mulai bersolo karier.

Meniti jalan sebagai penyanyi solo, karier bermusik Franky tak surut. Ia melahirkan album ngetop pada masanya, seperti Aku, Laut dan Kamu (1989) dan Perahu Retak (1993). Pada era ini jugalah terciptanya lagu Kemesraan yang sukses dibawakan oleh Iwan Fals. Lagu ini merupakan gubahan dari Franky dan Johnny.

Menyuarakan kaum terpinggirkan

Franky adalah pengagum penyanyi kiri Chile: Victor Jara. Penyanyi yang banyak membantu kemenangan Salvador Allende pada pemilu 1971 itu adalah musisi kerakyatan. Lagu-lagunya selalu berkisah tentang kaum buruh dan rakyat jelata.

“Saya ingin seperti Victor Jara, bernyanyi di tengah-tengah rakyat,” katanya dalam sebuah diskusi.

Dia berharap, selain menjadi penyambung lidah bagi kaum terpinggirkan, lagu-lagunya juga bisa menyemangati perjuangan rakyat.

Ia bercerita, lagu Perahu Retak yang dirilis pada 1996, merupakan kritik terhadap penguasa Orde Baru. Menurutnya, lagu itu segera populer dan menggerakkan anak-anak muda dari gang-gang sempit dan pemukiman kumuh untuk melawan Soeharto.

Setahun sebelumnya, Franky menggandeng Ian Antono dan Iwan Fals untuk melahirkan album Orang Pinggiran (O…Ea…Eo…). Album ini berisi lagu-lagu yang mengumandangkan kritik terhadap ketimpangan dan kemiskinan.

Dalam lagu “Pancasila Rumah Kita”, Franky tak hanya mengingatkan Indonesia untuk mensyukuri keberagaman, tetapi juga menyelipkan kata-kata dari syair Mas Marco Kartodikromo: sama rasa, sama rata.

Franky juga menciptakan lagu Jangan Pilih Mereka, yang berisi seruan untuk tidak memilih politisi busuk dan korup. Lagu ini sangat relevan sebagai lagu kampanye edukatif untuk pemilu bersih.

Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Franky banyak melantangkan kritik. Saat itu, selain kebijakan neoliberalnya yang merugikan rakyat kecil, pemerintahan SBY juga tersandera banyak skandal, mulai dari kasus Cicak vs Buaya hingga mega skandal Bank Century. Saat itu, sebagai senjata kritiknya, Franky melahirkan lagu Aku Mau Presiden Baru.

Franky juga dikenal sebagai musisi yang kerap menyisihkan waktu untuk menyuarakan nasib buruh migran. Semasa menjadi Duta Buruh Migran, ia beberapa kali bertandang ke Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan.

Jangan lupa juga, Franky adalah satu dari sedikit musisi Indonesia yang bersimpati bagi rakyat Papua dan bangsa Melanesia Indonesia. Lewat lagu yang terkenal, Aku Papua, Franky berkisah kemiskinan dan ketimpangan yang dialami di bumi kaya dan potongan surga yang jatuh ke bumi: tanah Papua.

Karena itulah, Franky Sahilatua yang lahir pada 16 Agustus 1953 harus dikenang. Dialah penyambung lidah rakyat miskin dan kaum marginal Indonesia. Rest in Peace, Bung Franky.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Soeharto Mengetahui Rencana G30S?

Soeharto Mengetahui Rencana G30S?

Sejarah, kata EH Carr―sejarawan Inggris yang menulis “What is History”―adalah

Next
Beethoven, Sang Musisi Revolusioner

Beethoven, Sang Musisi Revolusioner

Lebih dari 250 tahun lampau, Tuhan menganugerahkan tokoh besar yang mampu

You May Also Like
Total
0
Share