50 Tahun Lompatan Spektakuler Ekonomi Vietnam

Vietnam baru saja merayakan 50 tahun kemenangan revolusi sosialis, sekaligus menandai berakhirnya perang pada 30 April lalu. Dari lima negara komunis yang masih ada di dunia, Vietnam menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua setelah Tiongkok.

Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), produk domestik bruto (PDB) Vietnam dalam mata uang lokal pada 2024 mencapai 51 kali lipat dibanding 1994. Ini merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN.

Landasan udara pangkalan militer AS di Bien Hoa, dekat Saigon (sekarang Kota Ho Chi Minh), jadi sasaran mortir pasukan komunis Vietnam pada 1 November 1964. Kredit: AP Photo

Banyak yang sepakat bahwa kesuksesan ekonomi Vietnam terutama berkat kebijakan “Doi Moi” yang mulai digaungkan saat Kongres Partai Komunis pada 1986. Tapi, buah manis dari reformasi ini baru benar-benar terasa di paruh kedua tahun 1990-an.

Dalam upacara di Kota Ho Chi Minh pada 30 April, pemimpin tertinggi Vietnam saat ini, Sekretaris Jenderal Partai Komunis, To Lam, berkata, “Mari kita lanjutkan semangat kemenangan besar musim semi 1975, serta nilai-nilai dan keberhasilan selama 40 tahun terakhir di bawah Doi Moi.”

Kebijakan Doi Moi, yang secara harfiah berarti “pembaruan” atau “inovasi”, terinspirasi dari reformasi dan keterbukaan ekonomi yang dilakukan Deng Xiaoping di Tiongkok sejak 1978. Sosok yang dianggap paling merepresentasikan semangat reformasi ini adalah Vo Van Kiet, yang menjabat sebagai perdana menteri dari 1991 hingga 1997.

Selain Doi Moi, ada beberapa peristiwa penting lain yang turut mendorong pertumbuhan Vietnam dalam beberapa dekade terakhir. Mulai pencabutan sanksi ekonomi AS pada 1994 yang membuka keran perdagangan dan investasi dari negara-negara Barat; bergabungnya Vietnam ke ASEAN pada 1995; keanggotaan Vietnam dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak 2007; serta dibukanya pabrik raksasa Samsung untuk produksi ponsel pada 2009.

Menurut Samsung, mereka telah menanamkan investasi sebesar USD 23,2 miliar di Vietnam, dan menjadikannya investor asing terbesar di Negeri Paman Ho tersebut. Pada 2024, Samsung Vietnam mencatat pendapatan sebesar USD 62,5 miliar, termasuk USD 54,4 miliar dari ekspor. Angka ini mencakup 13,4 persen dari total ekspor Vietnam.

Sejak tahun 2010-an, banyak rantai pasokan global yang mulai beralih dari Tiongkok akibat naiknya upah buruh di sana. Vietnam pun kecipratan berkah sebagai pemimpin tren “China Plus One”.

Apple adalah simbol dari tren ini. Berdasarkan daftar yang diterbitkan Apple sejak 2012, jumlah pemasok Apple di Vietnam meningkat dari 12 pada 2015 menjadi 35 pada 2024—terbanyak di Asia Tenggara. Thailand berada di urutan kedua dengan 24 pemasok.

Kini, telah tumbuh klaster industri yang saling terhubung, dan komponen elektronik menjadi andalan utama ekspor Vietnam.

Samsung mendirikan pabrik pertamanya di Vietnam pada 1995 untuk memproduksi televisi di Kota Ho Chi Minh.

Pabrik ponsel pertama Samsung dibuka di Provinsi Bac Ninh (Vietnam utara) pada 2009. Pada 2014, Samsung membuka pabrik kedua di Thai Nguyen. Saat ini, sekitar 40 persen ponsel Samsung diproduksi di Vietnam.

Pemasok Apple juga mulai memindahkan produksi dari Tiongkok, terutama ke bagian selatan Vietnam yang jadi pusat ekonomi negara itu.

Apple kini punya 35 pemasok di Vietnam—terbanyak di Asia Tenggara. Menurut media lokal, pada 2025, Vietnam akan memproduksi 20 persen dari seluruh iPad dunia.

Perdagangan Vietnam sangat terkait dengan AS dan Tiongkok. Seiring pergeseran rantai pasokan global, impor dari Tiongkok melonjak tajam sejak 2010. Pada 2024, nilai impor dari Tiongkok hampir empat kali lipat lebih besar dibandingkan tahun 2012. Pertumbuhan ini jauh melampaui Thailand dan Malaysia.

Di sisi lain, ekspor Vietnam ke AS juga naik drastis—enam kali lipat lebih tinggi pada 2024 dibandingkan 2012. Hal ini didorong oleh membaiknya hubungan AS-Vietnam di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama (2009–2017) serta kebijakan mantan Sekjen Partai Komunis Vietnam, Nguyen Phu Trong, yang mempererat hubungan dengan AS. Perang dagang yang dimulai tahun 2017 saat Trump menjabat juga membuat Vietnam menjadi jalur alternatif ekspor dari Tiongkok, yang ikut mendongkrak ekspor ke AS.

Akibatnya, surplus perdagangan Vietnam dengan AS kini jadi yang keempat terbesar di dunia—setelah Tiongkok, Uni Eropa, dan Meksiko. Ini membuat Vietnam masuk radar Trump. Tarif dagang timbal balik terhadap Vietnam saat ini mencapai 46 persen, tertinggi ketiga di Asia Tenggara setelah Kamboja dan Laos.

Tim Cook,CEO Apple.Inc mengunjungi pabrik Apple di Vietnam, 2017. Kredit: Apple Insider

Trinh Nguyen, ekonom senior untuk Asia di Natixis Hong Kong, memperingatkan bahwa Vietnam bisa jadi pihak yang paling merugi jika Trump kembali berkuasa. Ia berkata, “Rantai pasokan ASEAN dan Tiongkok itu saling terkait dan sulit dipisahkan sepenuhnya.”

Pada April lalu, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan Vietnam tahun 2025 menjadi 5,2 persen, dari sebelumnya 6,1 persen pada Oktober. Meski lebih baik dibanding Thailand yang dipangkas 1,2 poin persentase, angka ini masih jauh dari target ambisius Vietnam, yaitu 8 persen di tahun 2025.

Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, tak diragukan lagi bahwa Vietnam makin makmur. Menurut IMF, PDB per kapita Vietnam pada 2024 mencapai USD 4.535. Angka ini melewati ambang USD 3.000 pada 2018—batas penting yang menandakan masyarakat mulai mampu membeli mobil, rumah, dan barang-barang mahal lainnya. Pada 2020, PDB per kapita Vietnam bahkan melampaui Filipina.

Pemerintah Vietnam kini menetapkan target PDB per kapita di atas USD 7.500 pada 2030, dan menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

Setelah berhasil bangkit dari sejarah perang yang menyakitkan, Vietnam kini belajar dari masa lalu dan menatap masa depan.

Dalam peringatan 30 April, To Lam menyerukan agar masyarakat menutup lembaran masa lalu, menghargai perbedaan, dan menatap ke depan.

ATSUSHI TOMIYAMA

Diterjemahkan menggunakan bantuan AI dari Nikkei Asia

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Ekonomi Terpimpin ala Bung Hatta

Ekonomi Terpimpin ala Bung Hatta

Apalagi, ingatan kita masih terdistorsi dalam melihat sejarah penerapan

Next
32 Tahun Kematian Marsinah: The Working Class Hero

32 Tahun Kematian Marsinah: The Working Class Hero

Pembunuhan Marsinah yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat,

You May Also Like
Total
0
Share