Tiga Pendekatan Dunia terhadap Artificial Intelligence

“Kita perlu menguasai teknologi ini sebelum ia memperbudak kita”: Buku Man-Made oleh Tracey Spicer yang terbit pada Mei 2023. Foto: Simon and Schuster

Seperti juga penemuan-penemuan besar di masa lampau, dari penemuan api hingga internet, teknologi baru selalu menghasilkan lompatan besar.

Begitu juga dengan Artificial Intelligence (AI). Tak hanya berhasil membantu banyak pekerjaan manusia, AI berpotensi mengerjakan dan memikirkan sesuatu yang lebih besar dari yang dilakukan oleh manusia.

Akan tetapi, kemajuan AI yang super-cepat, tak tertebak, dan berpotensi disalahgunakan, juga melahirkan kekhawatiran.

Namun, kemajuan teknologi tidak bisa dihentikan. Kita tidak bisa menjadi seperti kaum Luddite pada abad ke-19. Tugas kita adalah menciptakan mekanisme untuk mengarahkannya agar membawa manfaat lebih besar bagi umat manusia.

Market-Driven

Pendekatan market-driven dibangun di atas asumsi bahwa pasar merupakan habitat terbaik untuk inovasi, kemajuan teknologi, dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, intervensi negara akan bersifat distorsif dan melambatkan inovasi.

Kampiun dari pendekatan ini adalah Amerika Serikat. Meskipun menyadari AI bisa membawa ekses berbahaya, seperti bias algoritma, penyalahgunaan data pribadi, pemalsuan informasi, dan lain-lain, AS hanya membuat panduan longgar yang disebut “The Blueprint for an AI Bill of Rights”.

State-Driven

Pendekatan ini mengandalkan peran negara sebagai aktor utama yang mengarahkan kebijakan ekonomi, termasuk pemanfaatan teknologi.

Pendekatan ini memprioritaskan kemakmuran bersama di bawah bimbingan negara untuk menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan politik serta keamanan negara.

Tiongkok adalah kampiun dalam pendekatan ini. Pada 2022, Tiongkok menerapkan aturan yang ketat terhadap deepfake dan algoritma agar bisa mengontrol arus informasi yang bertolak-belakang dengan ideologi negara dan mengancam stabilitas.

Right-Driven

Pendekatan ini menempatkan hak-hak warga sebagai harga mati yang harus dilindungi. Penggunaan teknologi tidak boleh mengorbankan hak-hak dasar warga.

Untuk itu, pemerintah merancang aturan yang berusaha menyeimbangkan antara ruang leluasa untuk inovasi teknologi dengan perlindungan hak-hak warga.

Uni Eropa merupakan kampiun dari pendekatan ini. Baru-baru ini, Uni Eropa punya aturan yang disebut Artificial Intelligence Act. AI Act mengatur penggunaan data biometrik di ruang publik.

Selain itu, setiap pengembang AI diharuskan menyerahkan model dasarnya untuk ditinjau otoritas UE. Dan ada denda hingga 7,5 juta Euro terhadap para pelanggar ketentuan AI Act.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
Saatnya Mengembalikan Hukum sebagai Panglima

Saatnya Mengembalikan Hukum sebagai Panglima

Tahun 1945, saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

Next
Taylor Swift Dukung Kamala Harris, Apa Dampaknya?

Taylor Swift Dukung Kamala Harris, Apa Dampaknya?

Mendapat dukungan politik dari salah satu manusia terpopuler di planet ini,

Total
0
Share