Che Guevara, yang lahir pada 14 Juni 1928, bukan hanya pejuang yang piawai memanggul senjata, tak sekadar pandai menulis dan berpidato, tetapi juga seorang fotografer andal.
Bidikan kameranya tak kalah dengan bidikan senjata maupun ketajaman tulisan-tulisannya. Di depan kamera, dia sosok yang fotogenik. Di belakang kamera, dia tukang jepret dengan sudut pandang menarik dan memiliki pesan yang kuat.
Minat Che pada fotografi sudah tumbuh sejak dia masih belia. Dengan meminjam kamera bapaknya, Che mulai belajar mengambil gambar di sekitarnya. Ketika masuk sekolah, Che juga sering menyumbang foto untuk majalah sekolahnya.
Tahun 1950-an, ketika ia dan kawannya berpetualang ke sejumlah negara Amerika Latin dengan motor bututnya, dia mendapat pekerjaan di sebuah koran Meksiko, Agencia Latina. Sebagai fotografer, ia pernah mendapat tugas meliput Pan American Games tahun 1955.
Konon, ia tidak pernah menerima upah dari hasil liputannya tersebut. “Aku masih bekerja sebagai fotografer, tetapi waktuku lebih banyak untuk hal yang lebih penting, seperti belajar,” tulis Che dalam surat untuk ibunya pada September 1955.
Kalau lagi tak punya pekerjaan, Che akan mengambil kerja sampingan sebagai tukang foto keliling di taman-taman dan alun-alun Kota Meksiko. Meski begitu, penghasilan sebagai tukang foto keliling itu tak mencukupi.
“Minggu ini aku mengumpulkan sekitar 60 foto, yang berarti hanya beberapa peso, tapi setengah dari foto itu gagal karena rol film yang kabur,” keluh Che dalam suratnya pada November 1954. Karena itu, selain menjadi fotografer, Che juga bekerja di rumah sakit.
Ketika berjuang gerilya di tengah hutan bersama kawan-kawannya di Gerakan 26 Juli, Che tetap membawa kamera dan mengabadikan sejumlah kejadian. Ada beberapa foto memperlihatkan Che sedang memegang kamera.
Setelah Revolusi Kuba, kecintaan Che terhadap fotografi tidak surut. Malahan, di sela-sela kesibukannya sebagai pejabat negara, Che sering mengambil kesempatan untuk memotret hal-hal yang menarik baginya. Misalnya, ketika menjabat Menteri Perindustrian Kuba, Che mengambil gambar aktivitas mesin-mesin dan orang yang bekerja.
Selain itu, ketika mendapat tugas untuk melakukan kunjungan kenegaraan, dia tidak pernah ketinggalan membawa kamera. Beragam objek yang menarik perhatiannya selama kunjungan ke Amerika Selatan, China, India, Jepang, Vietnam, Indonesia, dan lain-lain, berhasil diabadikannya dalam foto.
Konon, ketika Che tewas dibunuh di Bolivia, ada 12 gulungan film yang ditemukan di dekat jenazahnya. Sebagian besar foto-foto yang diabadikan oleh Che itu hilang. Centro de Estudios de Che Guevara, yang mengumpulkan foto-foto hasil jepretan Che sejak tahun 1990-an, hanya berhasil mengoleksi 200-an foto.
Sebagian besar foto hasil jepretan Che yang berhasil diselamatkan oleh Centro de Estudios de Che Guevara adalah foto dokumentasi tentang jejak langkahnya. Mulai dari belajar kedokteran di Argentina, perjalanan menggunakan motor mengelilingi Amerika Selatan, bekerja sebagai wartawan sekaligus fotografer di Agencia Latina, perjuangan gerilya di tengah hutan, aktivitasnya sebagai menteri negara, hingga kunjungan resmi ke berbagai negara.
Oiya, kamera yang sering digunakan Che adalah Nikon S2 dengan lensa 50mm, Zenit 3M dengan helios 58/2 (buatan Soviet), Plaubel Makina dan Ihagee Exakta.
Tentu saja, foto-foto hasil jepretan Che itu, entah disadarinya atau tidak, telah memperkaya dokumentasi gambar dunia. Misalnya, ia punya beberapa jepretan gambar bersejarah menyerupai piramida peninggalan suku Maya di Chichén Itzá, Meksiko.
Sebagian besar foto Che masuk dalam kategori fotografi jalanan. Objeknya tentang kehidupan sosial di jalanan. Ada fotonya yang memperlihatkan orang-orang yang berjubel di atas sebuah bus di Kota Havana.
Tahun 1959, Che mengunjungi Kalkuta, India. Di sela-sela kunjungan kenegaraan itu, dia memotret kehidupan sosial masyarakat setempat. Ada gambar sapi-sapi yang sedang tidur-tiduran di pedestrian, sementara orang lalu-lalang di sekitarnya. Juga gambar penarik Riksha-semacam becak yang digerakkan dengan ditarik oleh manusia.
Tahun itu juga, Che berkunjung ke Indonesia. Selain mengunjungi Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta, dia juga mengunjungi candi Borobudur di Jawa Tengah. Di Borobudur, Che sempat memotret banyak objek pada candi. Ada juga foto Che dan rombongan berpose di pelataran candi.
Itulah Che Guevara. Manusia yang oleh filsuf Prancis, Jean-Paul Sartre, disebut “the most complete human being of our age”.