Festival Glastonbury, ajang musik dan budaya tahunan yang digelar sejak 1970, berubah menjadi panggung politik solidaritas untuk Palestina.
Dari latar belakang panggung hingga teriakan di tengah kerumunan, suara untuk Palestina menggema dengan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suara solidaritas tersebut mengubah festival ikonik ini menjadi arena bagi ekspresi politik yang berani dan sangat kontroversial.
Ledakan paling keras datang dari panggung West Holts pada Sabtu (28/6). Duo rap-punk asal London, Bob Vylan, tampil dengan energi khas mereka yang eksplosif. Di tengah set yang memadukan punk dan grime, vokalis Bobby Vylan memimpin sebuah yel-yel umum untuk solidaritas Palestina: Free, free Palestina.” Namun, usai yel-yel itu, Bobby memandu penonton untuk yel-yel paling berani: Death to the IDF’ atau “matilah IDF!”, merujuk pada tentara Israel. Kerumunan merespons dengan gegap gempita, banyak di antaranya mengibarkan bendera Palestina.
Dukungan serupa juga ditunjukkan oleh penyanyi Inggris-Turki, Nilufer Yanya, yang tampil dengan latar panggung bertuliskan “Free Free Palestine”. Namun, semua mata tertuju pada penampil yang paling ditunggu dan paling kontroversial: Kneecap.
Kneecap: Jantung kontroversi dan ideologi perlawanan
Kneecap bukan sekadar grup hip-hop dari Irlandia Utara; mereka adalah fenomena politik. Terdiri dari Mo Chara, Móglaí Bap, dan DJ Próvaí, grup ini tiba di Glastonbury dengan reputasi sebagai pembangkang yang tak kenal takut. Untuk memahami aksi mereka, penting untuk menyelami ideologi yang menjadi DNA mereka.
Berakar dari Belfast Barat dan Derry, Kneecap menggunakan rap dalam bahasa Irlandia sebagai bentuk perlawanan budaya dan politik. Ini adalah cara mereka merebut kembali identitas yang selama berabad-abad coba ditekan. Sikap politik mereka bukanlah sektarianisme sederhana, melainkan anti-kolonialisme yang mendalam, lahir dari sejarah panjang konflik Irlandia dengan Inggris.
Bagi mereka, perjuangan Palestina adalah cerminan dari sejarahnya sendiri. Solidaritas ini bukanlah tren, melainkan panggilan yang lahir dari luka kolonial yang sama. Hal inilah yang mendorong mereka untuk terus bersuara, meski harus berhadapan dengan konsekuensi serius.
Sebelum konser ini, mereka sudah dijatuhi dakwaan terorisme. Salah satu anggotanya, Liam Óg Ó hAnnaidh (Mo Chara), sedang menghadapi dakwaan terkait terorisme setelah dituduh mengibarkan bendera Hizbullah dalam sebuah pertunjukan. Dengan jadwal sidang pada 20 Agustus, Kneecap menyebut tuduhan itu “tidak berdasar” dan berjanji akan “membela diri sekuat-kuatnya.”
Selain itu, sebelum kehadiran mereka di Glastonbury, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, sudah menyatakan bahwa bahwa grup tersebut “seharusnya tidak tampil.”
Namun, bukannya gentar, grup musik ini justru membalas dengan menampilkan pose salah satu personil mereka, Ó hAnnaidh, mengenakan kaos bertuliskan “We Are All Palestine Action.”
Pilihan kaus ini adalah sebuah deklarasi. Palestine Action adalah jaringan aktivis garis keras yang dikenal karena aksi langsungnya menargetkan perusahaan pemasok senjata untuk Israel. Aksi mereka yang paling terkenal adalah menyusup ke pangkalan udara terbesar di Inggris, RAF Brize Norton, menggunakan skuter listrik untuk menyemprot cat pada pesawat militer. Akibatnya, pemerintah Inggris kini sedang dalam proses melarang organisasi ini karena dianggap sebagai kelompok teroris.
Reaksi festival dan media
Di tengah badai politik ini, penyelenggara Glastonbury, Emily Eavis, mencoba memegang teguh prinsip festival. “Glastonbury tetap menjadi tempat untuk suara-suara yang beragam… semua orang diterima di sini,” ujarnya. Namun, antisipasi terhadap penampilan Kneecap begitu tinggi sehingga penyelenggara sampai mengeluarkan peringatan potensi kepadatan penonton yang luar biasa.
Media penyiaran publik, BBC menunjukkan sikap yang menjadi sorotan. Setelah menyiarkan set Bob Vylan secara penuh tanpa sensor, BBC justru memblokir siaran langsung penampilan Kneecap dengan alasan “pedoman editorial”― sebuah keputusan yang memicu perdebatan tentang standar ganda dan sensor.
Pada akhirnya, penampilan Kneecap tetap berjalan dengan sukses di hadapan lautan penggemar. Glastonbury 2025 telah membuktikan dirinya lebih dari sekadar festival musik. Ia telah berubah menjadi panggung politik paling nyaring menyuarakan solidaritas untuk Palestina.