Meskipun PDB Indonesia meningkat pesat dan termasuk 20 terbesar di dunia, tetapi sebagian besar kue ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Berdasarkan data International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), 40-50 persen dari total pendapatan nasional dikuasai oleh hanya 10 persen masyarakat dari kelompok ekonomi teratas. Sementara 50 persen terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional.
Sementara publikasi terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios), Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin, menyebutkan kekayaan 50 triliuner teratas Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
Peningkatan jumlah orang kaya Indonesia termasuk yang paling melaju di dunia. Sepanjang 2017-2022, jumlah Ultra High Net Worth Individual (UHNWI) Indonesia bertambah 58,7 persen. Dan, jumlah ini diprediksi meningkat 17,1 persen pada 2017. Pada 2022, jumlah UHNWI Indonesia mencapai 556 orang. Pada 2027, jumlahnya diperkirakan 651 orang.
Untuk diketahui, UHNWI adalah mereka yang memiliki kekayaan bersih sebesar setara atau lebih dari 30 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 447,1 miliar. Pada 2021-2022, pertumbuhan UHNWI Indonesia berada di peringkat ke-7.
Sayang sekali, pertumbuhan UHNWI tak sebanding dengan kontribusi pajaknya. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dari total penerimaan pajak sebesar Rp 1.196,54 triliun sepanjang Januari-Agustus 2024, total kontribusi PPh OP hanya sebesar Rp 11,44 triliun (0,96 persen). Khusus untuk UHNWI, pada 2023, kontribusinya hanya 0,00011 persen.
Seharusnya, pajak menjadi instrumen untuk redistribusi kekayaan, sehingga ketimpangan ekonomi bisa mengecil. Pada kenyataannya, politik pajak di Indonesia sangat tidak berkeadilan. Orang kaya mendapat banyak fasilitas keringanan pajak, seperti pengampunan pajak (tax amnesty).
Karena itu, demi memaksimalkan penerimaan pajak orang kaya dan sekaligus memperkecil lubang ketimpangan, ada usulan tentang penerapan pajak kekayaan.
Pajak kekayaan adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan kekayaan. Basis penentuan objek pajak kekayaan itu ada tiga macam, yaitu nilai aset (asset base), perpindahan kekayaan (asset transfer), dan pertambahan nilai aset (capital gains).
Berikut ini, tujuh negara di dunia yang menerapkan pajak kekayaan.
SPANYOL
Spanyol menerapkan pajak kekayaan bersih dengan tarif progresif sebesar 0,2–3,75 persen untuk kekayaan di atas € 700,000 atau setara dengan Rp 10,5 milyar. Namun, tiap daerah otonom diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dan insentifnya.
SWISS
Pajak kekayaan Swiss berlaku bagi semua aset warga Swiss di seluruh dunia. Namun, aset warga non-Swiss yang berada di Swiss tidak dikenai pajak. Tarif pajak kekayaan terhadap aset bersih ditetapkan antara 0,13–0,94 persen. Swiss sudah menerapkan pajak kekayaan sejak 1840.
NORWEGIA
Norwegia menerapkan pajak kekayaan terhadap nilai kekayaan di atas NOK 1,5 juta sebesar 0,95 persen. Sebanyak 0,7 persen dari nilai pajak itu masuk ke kotamadya, sedangkan 0,25 ke pemerintah pusat. Norwegia sudah menerapkan pajak kekayaan sejak 1892.
PRANCIS
Prancis menghapus pajak atas kekayaan bersih pada 2018. Namun, Prancis menerapkan pajak kekayaan berdasarkan nilai aset properti atau real estate. Pajak berlaku bagi semua warga Prancis yang aset propertinya di €1.3 juta atau Rp 22,3 milyar.
ARGENTINA
Sejak 2020, imbas dari pandemi Covid-19, Argentina menerapkan pajak kekayaan untuk kekayaan di atas 200 juta peso Argentina. Tarif berlaku progresif sebesar 3,5 persen untuk kekayaan di dalam Argentina dan 5,25 persen untuk kekayaan di luar Argentina.
ITALIA
Italia memberlakukan pajak kekayaan atas aset keuangan dan properti. Pajak kekayaan atas aset keuangan dikenai tarif 0,2 persen, sedangkan aset properti dikenai tatif 0,76 persen.
KOLOMBIA
Kolombia menerapkan pajak kekayaan atas kekayaan bersih di atas 5 miliar peso Kolombia (COP) atau setara Rp 16,6 miliar. Tarifnya sebesar 1 persen.