Mengenang Sondang Hutagalung

Pada 10 Desember 2011, bertepatan dengan peringatan Hari HAM Sedunia, Sondang Hutagalung mengembuskan napas terakhirnya, setelah meregang nyawa selama tiga hari.

Sebelumnya, pada 7 Desember 2011, Sondang melakukan aksi bakar diri di depan Istana Negara, Jakarta. Melihat catatan hariannya, anak muda kelahiran 12 November 1989 ini menyimpan kekecewaan besar terhadap persoalan ketidakadilan di negeri ini.

Sondang adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK). Sebelum kejadian itu, ia dikenal sebagai mahasiswa yang peduli dengan isu-isu sosial, ekonomi, dan HAM.

Ia memimpin sebuah organisasi bernama Himpunan Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi). Selain itu, dia juga aktif dalam simpul “Sahabat Munir”, organisasi yang bergerak dalam isu-isu HAM dan demokrasi.

“Sondang bukanlah sosok yang buta politik, karena sebelumnya dia sudah belajar banyak tentang Marhaenisme dan Soekarnoisme di UBK. Dia sosok pengagum Soekarno khususnya tentang pemikiran politik dan kemandirian ekonomi,” tulis Chrisbiantoro, aktivis Kontras dan sahabat Sondang Hutagalung dalam artikel berjudul “Sondang Hutagalung, Aksi Bakar Diri, dan Kebuntuan Aspirasi”.

Saat itu, di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, sejumlah kasus pelanggaran HAM tidak menemukan titik terang, termasuk kasus pembunuhan Munir. Janji SBY untuk menyelesaikan persoalan tak kunjung ditunaikan.

Tergetar marah melihat nasib korban pelanggaran HAM yang tak kunjung merasai keadilan, Sondang bersama sejumlah penggiat HAM berkehendak menyerahkan 1.000 surat kepada
Presiden SBY. Namun, ayah dari Agus Harimurti Yudhoyono itu enggan menerima surat itu. Niat Sondang dan kawan-kawannya mengantarkan surat kepada presiden secara langsung seperti bertepuk sebelah tangan.

Beberapa tahun sebelumnya, pemerintahan ini juga digoyang skandal korupsi, dari kasus Bank Century, kriminalisasi Antasari Azhar, dan kasus Cicak vs Buaya. Kebijakan neoliberalnya juga menuai protes, terutama privatisasi dan penghapusan subsidi BBM.

Sondang adalah salah satu anak muda yang paling kecewa dengan pemerintahan SBY kala itu.

Seperti yang ia tulis di buku diari kekasihnya: “terkutuklah buat ketidakadilan, terkutuklah buat ketidakpedulian, terkutuklah buat kemiskinan, terkutuklah buat rasa sakit dan sedih, terkutuklah buat para penguasa jahat, terkutuklah buat para penjahat, setelah aku tidak punya rasa lagi.”

Aksi bakar diri sebagai bentuk protes yang dilakukan Sondang merupakan yang pertama pasca reformasi 1998.

Di luar negeri, aksi bakar diri pernah terjadi beberapa kali. Pada 1963, seorang biksu, Thich Quang Duc, melakukan aksi bakar diri di jalan Kota Saigon sebagai bentuk protes terhadap rezim Ngo Dinh Diem.

Pada 1970, Chun Tae-Il, seorang aktivis buruh Korea Selatan, juga melakukan aksi bakar diri untuk memprotes kondisi kerja yang sangat buruk dan kediktatoran militer.

Pada 2010, setahun sebelum aksi Sondang, Mohamed Bouazizi, seorang pemuda pedagang kaki lima, melakukan aksi bakar diri untuk memprotes diktator Tunisia, Ben Ali. Aksinya menjadi pemicu revolusi Tunisia.

Setelah kepergiannya, Universitas Bung Karno (UBK) memberikan gelar sarjana kehormatan kepada Sondang Hutagalung karena dianggap berjasa dalam menyuarakan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Prev
VSTP, Kisah Serikat Buruh Paling Radikal Zaman Hindia-Belanda

VSTP, Kisah Serikat Buruh Paling Radikal Zaman Hindia-Belanda

Awal abad ke-20, beriringan dengan perkembangan kapitalisme di Hindia-Belanda,

Next
Mengenal Referendum

Mengenal Referendum

Demokrasi yang berlaku hari ini, demokrasi perwakilan (representative

You May Also Like
Total
0
Share